JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya kasus orangtua membunuh anaknya sendiri pada beberapa waktu belakangan begitu memprihatinkan. Kasus ibu membunuh anak di Bekasi maupun ayah membunuh empat anak di Jagakarsa merupakan beberapa cerminan dari fenomena ini. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini mengungkapkan, fenomena orangtua membunuh anaknya disebut dengan filicide atau filisida. "Filisida adalah tindakan yang disengaja oleh orangtua untuk membunuh anak mereka sendiri," ungkap Diyah dalam keterangannya belum lama ini.
Filisida sendiri merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling menyedihkan. Dalam lingkup kekerasan fisik, filisida termasuk dalam kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan anak sebagai korban. Dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada anak, data di KPAI menunjukkan bahwa terlapor paling banyak adalah ayah kandung sebanyak 38 kasus dalam tahun 2023.
"Fenomena filisida memiliki kategori-kategori yang disusun berdasarkan motif dibaliknya," jelas Diyah. Diyah menyampaikan, profesor psikiatri Phillip Resnick membagi filisida menjadi lima kategori, yakni altruistic filicide, acute psychotic filicide, unwanted child filicide, child maltreatment filicide, dan spousal revenge filicide. Altruistic filicide merupakan pembunuhan terhadap anak untuk mencegah penderitaan mereka. Kategori ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu filicide-suicide dan filicide to relieve or prevent suffering. Filicide-suicide merupakan pembunuhan terhadap anak yang diikuti dengan bunuh diri orangtua. Sementara itu, filicide to relieve or prevent suffering adalah pembunuhan terhadap anak untuk mencegah penderitaan baik nyata maupun khayalan.
"Kedua, acute psychotic filicide adalah pembunuhan terhadap anak oleh orang tua yang menderita gangguan psikotik tanpa motif yang jelas dan disertai dengan gejala delusi atau halusinasi," ujar Diyah. Ketiga, unwanted child filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak karena mereka tidak diinginkan, biasanya disebabkan oleh faktor tekanan finansial.
Keempat, child maltreatment filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak yang terjadi akibat penganiayaan secara fatal. "Kelima spousal revenge filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak sebagai bentuk balas dendam terhadap pasangan yang dipicu oleh faktor perselingkuhan atau perselisihan hak asuh anak," kata Diyah.

Faktor penyebab filisida Secara umum filisida bisa terjadi karena beberapa sebab. Pertama, kesehatan mental ibu atau ayah. Kondisi kesehatan mental orangtua menjadi kunci pemberian pengasuhan positif pada anak. "Bagaimanapun kondisi dan masalah yang dihadapi oleh keluarga, dengan sehat mental yang baik maka keluarga akan memiliki daya resiliensi yang baik," kata Diyah. Penyebab filisida kedua adalah emosional dan faktor pemicu sesaat. Sebagai contoh, sebagian besar kasus filisida terjadi tanpa direncanakan. Terkadang masalah pemicu bisa menjadi penyebab dan hal ini karena emosional orangtua. Ada juga faktor dendam orangtua kepada anak atau cemburu orangtua kepada anak menjadikan penyebab orangtua membunuh anak, tentu saja hal ini karena faktor emosional.

Penyebab filisida ketiga adalah komunikasi kurang efektif suami, istri, dan keluarga. Hal ini terkesan sepele, tetapi akan menjadi persoalan jika dibiarkan terlalu lama. Bisa jadi ada hal yang dipendam dan kurangnya kesamaan perspektif oleh suami dan istri dalam suatu hal sehingga anak menjadi pelampiasan, terutama demi untuk mendapatkan perhatian pasangan. KDRT merupakan faktor keempat yang sering muncul menjadi penyebab filisida. Terkadang ibu sampai membunuh anak karena pernah mengalami KDRT oleh suaminya.
"Kelima, persoalan ekonomi terkadang mengakibatkan orangtua melakukan pelampiasan persoalan pada anak, ada juga karena faktor ekonomi orangtua khawatir terhadap masa depan anak sehingga anak diakhiri hidupnya," kata Diyah. Penyebab filisida keenam adalah kurangnya dukungan sosial baik keluarga atau lingkungan sekitar pada kondisi ayah atau ibu mengakibatkan mereka merasa sendiri dan melakukan perbuatan filisida sebagai pelampiasan. Ketujuh, pengawasan yang lemah, baik dari sesama pasangan ataupun keluarga besar sampai tetangga memberikan peluang bagi pelaku mengambil keputusan untuk melakukan filisida kepada anaknya.
"Kedelapan, lingkungan bermasalah baik dari lingkungan pergaulan hingga tempat tinggal mengakibatkan cara berpikir pasangan terkadang hanya berpikir seketika saja dan hal ini juga bisa dilihat dari lingkungan sekitar yang membuat ayah atau ibu memilih mengakhiri hidup anaknya sebagai salah satu solusi kondisinya saat ini," tutur Diyah. Kesembilan, perkawinan anak menjadi penyebab orangtua tidak siap untuk memiliki anak, sehingga ketika seseorang belum berusia dewasa dan sudah memiliki anak terkadang emosional masih labil, hal ini terjadi di beberapa kasus filisida. Diyah berujar, penyebab filisida kesepuluh adalah hambatan adaptasi bagi pasangan baru, terutama bagi ibu sambung yang menikah dengan laki-laki dengan anak kandung, ataupun sebaliknya atau orangtua angkat. Beberapa kasus filisida dilakukan oleh ibu tiri, ayah tiri, hingga orangtua angkat dari anak yang diadopsi. "Tentu saja masih banyak faktor penyebab lainnya baik secara psikiatri sampai kriminalitas yang melatarbelakangi seseorang melakukan perbuatan ini," tutur Diyah.