JAKARTA, KOMPAS.com - Terbentuknya poros koalisi besar di parlemen memicu kekhawatiran berbagai pihak mengenai potensi konflik kepentingan dalam proses legislasi. Dominasi kelompok mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berpotensi menciptakan ketidakseimbangan antara kepentingan masyarakat dengan agenda politik partai-partai besar. Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyoroti fenomena ini. "Koalisi besar berpotensi menghasilkan sikap arogan DPR sehingga merasa tak butuh dukungan publik," kata Lucius saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (5/10/2024).

Diganti Uang Tunjangan Menurut Lucius, dengan dominasi partai-partai besar yang menguasai kursi DPR, potensi arogansi dalam pengambilan keputusan meningkat. Legislasi bisa dipandang sebagai alat politik ketimbang solusi atas permasalahan masyarakat. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi peran publik dalam menentukan arah kebijakan negara. Meski begitu, ancaman ini tak selalu berarti buruk jika DPR tetap membuka diri pada keterlibatan publik. Lucius menegaskan pentingnya memastikan sejak awal komitmen untuk memberikan ruang maksimal bagi publik menyampaikan masukan. "Yang harus kita cegah adalah anggapan DPR tak lagi membutuhkan pelibatan publik," ujar Lucius.

Apabila keterbukaan tetap menjadi prinsip dalam proses legislasi, potensi konflik kepentingan justru dapat menjadi peluang. Proses legislasi yang melibatkan lebih banyak pihak diharapkan mampu menghasilkan kebijakan yang lebih komprehensif dan mengakomodasi berbagai kepentingan, bukan hanya segelintir partai. Dalam periode 2024-2029, agenda-agenda besar seperti Revis Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) sampai UU Masyarakat Hukum Adat menjadi prioritas yang dinilai penting oleh berbagai kalangan. Setiap RUU tersebut membawa potensi konflik kepentingan, terutama ketika partai-partai besar berada di kubu pemerintah. Namun, dengan keterlibatan masyarakat luas, setiap kepentingan dapat didiskusikan secara terbuka sehingga menghasilkan solusi terbaik. Legislasi juga diharapkan bukan sekadar proses politik, melainkan melibatkan kepentingan publik dalam setiap keputusannya. Koalisi besar tak seharusnya menjadi penghalang bagi terwujudnya legislasi yang adil dan berpihak pada rakyat.