DENPASAR, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengakui terdapat banyak tantangan untuk memperluas wilayah konservasi laut menjadi 30 persen dari total luas lautan Indonesia. Tantangan tersebut di antaranya adalah proyek reklamasi dan pembangunan pariwisata untuk kepentingan ekonomi. "30 persen ruang laut Indonesia kita harus bisa jadikan ruang konservasi. Tantangannya berat sekali, reklamasi untuk kepentingan ekonomi, seperti properti, pariwisata, itu semuanya ujungnya ekonomi," kata dia saat konferensi pers “Marine Spatial (MSP) Forum” ke-6 di Badung, Bali, pada Selasa (8/10/2024).

Menurutnya, pembangunan yang berorientasi ekonomi tersebut menimbulkan dampak kerusakan bagi lingkungan. "Dia enggak pernah peduli dengan soal lingkungan. Sehingga menjadi rusak dan seterusnya," sambungnya.
Trenggono menambahkan, proses budi daya perikanan tradisional dan pengeboran minyak dan gas bumi di laut juga masih menjadi tantangan dalam upaya menjaga ekosistem kelautan. "Pengambilan sumber daya alam di laut dalam misalnya migas. Ini kita juga harus lindungi, jangan sampai terdampak kepada tempat-tempat yang sangat berbahaya untuk kepentingan ekologi," kata dia. Pihaknya telah melakukan berbagai upaya menjaga ruang tata laut berkelanjutan. Yakni, meningkatkan edukasi tentang bahaya eksploitasi lingkungan dan memetakan zona eksplorasi reklamasi hingga migas. Bahkan, Pulau Nusa Penida di Bali dan Gili Matra di Selat Lombok secara resmi ditetapkan sebagai Particularly Sensitive Sea Area oleh International Maritime Organization atau IMO. Saat ini, KKP juga meningkatkan kualitas rencana tata ruang laut dengan membangun sistem Ocean Big Data dan mengembangkan sistem neraca sumber daya laut atau ocean accounting. "Melalui sistem tata ruang laut yang lebih baik, diharapkan stakeholders dapat memanfaatkan ruang laut Indonesia secara mudah, tepat, transparan, dan berkelanjutan baik untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan atau konservasi ekosistem," kata dia.