Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria (kanan), bersalaman dengan Pj Gubernur NTB, Hassanudin (kiri), usai Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penataan Izin Usaha Pertambangan di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPDSM), Kota Mataram, Jumat, 4 Oktober 2024.

Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V menemukan adanya dugaan anomali dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Atas temuan ini, KPK mendorong perbaikan tata kelola SDA di Provinsi NTB untuk mencegah dan menindak potensi korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

"Di lapangan ditemukan banyak anomali dan pelanggaran yang lebih lanjut dari sekadar pencegahan," kata Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria dalam keterangan resmi, Rabu, 9 Oktober 2024.

Menurut Dian, terdapat beberapa anomali seperti persoalan tambang emas ilegal, tambak, deforestasi akibat ekspansi kebun jagung, hingga permasalahan air di Gili Tramena. Pelanggaran tersebut berdampak signifikan baik terhadap kerugian negara maupun kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya menyebabkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tak optimal akibat banyaknya kebocoran di sektor SDA.

"Karenanya, KPK menjalankankan fungsi koordinasi dan supervisi untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi NTB sebagai mitra strategis dalam penegakan hukum di wilayah tersebut," ujarnya. Tidak hanya soal pencegahan, kata dia, jika pelanggaran sudah melampaui upaya pencegahan, KPK mendorong untuk segera masuk ke ranah penegakan hukum, yakni bisa melalui pidana umum atau pidana khusus.

Sejauh ini, Dian menyebut KPK telah memetakan titik rawan korupsi melalui Monitoring Center for Prevention (MCP). Pada 2023, skor MCP Pemprov NTB berada di kategori Terjaga dengan total capaian 81 poin. Rinciannya meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD (76); Pengadaan Barang dan Jasa (92); Perizinan (98); Manajemen ASN (82); dan Pengelolaan BMD (86).

Sementara itu, fokus area Pengawasan APIP dan Optimalisasi Pajak Daerah masih dalam kategori rawan, dengan skor masing-masing 60 dan 71. Hal ini tentunya masih menjadi tantangan besar bagi Pemprov NTB, khususnya di sektor pengawasan internal dan optimalisasi penerimaan pajak daerah.

Iklan

 Scroll Untuk Melanjutkan 

Pengawasan oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) yang hanya mendapat skor 60 mengindikasikan adanya potensi kelemahan dalam sistem pengawasan internal terhadap program dan kebijakan pemerintah. Begitu pula dengan Optimalisasi Pajak Daerah, yang dengan skor 71, menunjukkan masih diperlukan ruang untuk perbaikan dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pengelolaan pajak dan tata kelola SDA yang lebih efektif.

Dian berkata KPK juga bersinergi dan berkolaborasi dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra), serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB dalam membangun koordinasi untuk memperkuat langkah penegakan hukum dan perbaikan tata kelola SDA.

"Negara harus hadir di NTB untuk melindungi masyarakat dari dampak kerusakan lingkungan dan memastikan agar kekayaan SDA dikelola dengan baik dan adil," ucap Dian.

Dian berharap dengan adanya kolaborasi antarlini ini, pengelolaan SDA di NTB dapat lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari perilaku lancung. Sehingga PAD Provinsi NTB bisa lebih optimal untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya.