KOMPAS.com - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyebut ada 12 Pekerjaan Rumah atau PR untuk era presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumingraka sebagai Presiden-Wapres Periode 2024-2029. "P2G mengapresiasi langkah cepat Prabowo menyiapkan calon Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang dikabarkan akan dijabat Abdul Mu’ti. Latar belakang Abdul Mu’ti dari Persyarikatan Muhammadiyah berpengalaman mengelola ribuan sekolah/madrasah dan perguruan tinggi," ucap Satriwan Salim, Kornas P2G. Saat ini belum ada nama-nama menteri yang diumumkan secara resmi. Isunya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan dipecah menjadi tiga. Konon, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) akan dijabat Abdul Mu'ti.

Satriwan menyampaikan, P2G menilai ada 12 poin pekerjaan rumah prioritas bidang pendidikan dasar, menengah, dan guru warisan pemerintahan Jokowi dan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim untuk dituntaskan pemerintahan baru Prabowo serta Mendikdasmen berikutnya.

12 pekerjaan rumah atau PR Pendidikan Era Prabowo

1. Mengejar skor Pisa Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) baru hendaknya mengejar ketertinggalan skor PISA, yang makin jeblok di era Nadiem Makarim. Skor PISA Indonesia pada 2018 untuk kemampuan membaca sebesar 371, sedangkan pada 2022 menurun menjadi 359. Selanjutnya, skor matematika di 2018 sebesar 379 turun menjadi 366 di 2022 dan skor kemampuan sains turun dari 379 pada 2018 menjadi 366 di tahun 2022. Skor PISA yang jeblok makin menunjukkan kondisi pendidikan Indonesia makin tidak baik.

2. Menuntaskan rekruitmen 1 juta guru P2G berharap Prabowo-Gibran menuntaskan rekrutmen 1 juta guru PPPK, karena janji tersebut tidak terpenuhi selama kepemimpinan Jokowi. Memprioritaskan pengangkatan guru honorer menjadi ASN, dan membuka kembali rekrutmen guru PNS yang sudah 5 tahun diberhentikan Jokowi. P3K hendaknya diprioritaskan bagi guru-guru honorer senior di atas 35 tahun. Satriwan menambahkan, untuk fresh graduate di bawah 35 tahun, Prabowo-Gibran mesti membuka kembali rekrutmen guru PNS. "Kami juga mendesak Prabowo-Gibran memenuhi janjinya akan memberi tambahan penghasilan sebesar Rp 2 juta per bulan bagi seluruh guru baik negeri atau swasta, honorer atau ASN dimulai Oktober 2024 ini. P2G mengapresiasi janji tersebut termasuk janji akan menetapkan Upah Minimum Guru swasta dan honorer," sambung Satriwan. Satriwan mengkhawatirkan janji menambah penghasilan guru Rp 2 juta per bulan tidak akan dipenuhi karena alasan tidak ada anggarannya di APBN. "Jika janji Rp 2 juta per bulan tak dipenuhi, Prabowo sudah meng-ghosting tiga juta lebih guru, kami para guru di-prank, semoga tak begitu yah, mengingat pak Prabowo seorang prajurit yang memegang sumpahnya," sambung Satriwan.

3. Tidak melanjutkan jargon yang tidak esensial Satriwan meminta Mendikdasmen yang baru, tidak melanjutkan jargon-jargon Merdeka Belajar yang tidak esensial.

4. Membuat blue print pendidikan P2G meminta Mendikdasmen untuk membuat Blue Print Tata Kelola Guru. Yaitu kompetensi guru yang saat ini yang masih sangat rendah untuk ditingkatkan, dengan pola pelatihan yang berkeadilan, berkualitas, berkelanjutan, dan bermakna. Termasuk mengakselerasi, mempermudah guru mengikuti PPG dalam Jabatan, untuk menuntaskan 1,6 juta guru yang belum disertifikasi. "Kemendikdasmen dan Kemenag hendaknya memberi perlakuan dan kesempatan adil bagi guru sekolah/madrasah swasta dan negeri untuk mengikuti PPG," kata Satriwan. Dia mengatakan kebijakan diskriminatif dirasakan puluhan ribu guru Pendidikan Agama di sekolah yang dipersulit Kemdikbud Ristek dan Kemenag mengikuti PPG Dalam Jabatan selama ini. Kemudian hal yang kedua yaitu peningkatan kesejahteraan guru non-ASN dengan penetapan Upah Minimum. Blue print ketiga yaitu rekrutmen guru yang memprioritaskan guru honorer baik di sekolah negeri dan swasta untuk diangkat ASN. Perlakuan dan kesempatan yang adil dan setara bagi guru sekolah negeri dan swasta termasuk madrasah. Lalu penetapan pola guru ikatan dinas berasrama yang diselenggarakan oleh LPTK sambil memperbaiki kualitas kampus pendidikan LPTK. Keempat, distribusi guru yang merata, tidak terkonsentrasi di perkotaan saja serta memenuhi kekurangan guru ASN di wilayah pelosok. Terakhir, perlindungan bagi guru dalam menjalankan tugas profesi agar terjamin keamanan dan kesehatannya. Sehingga profesi guru makin dihargai dan makin bermartabat di tengah masyarakat. Guru tidak lagi menjadi korban kekerasan dan intimidasi dalam menjalankan tugas profesi.

5. Mengenai kekerasan seksual

P2G sangat konsen terhadap makin maraknya segala bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan baik di sekolah, madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan berbasis agama selama ini. Indonesia tengah mengalami darurat kekerasan di satuan pendidikan.

Iman Zanatul Haeri, Kabid Advokasi P2G mengatakan pihaknya meminta Prabowo-Gibran membuat Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

"Sebagai upaya sistematis, masif, dan kolaboratif lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan organisasi profesi guru (dosen)," ucapnya.

Iman menjelaskan, selama ini penanganan kekerasan di satuan pendidikan tampak masih parsial tidak terkoordinir dengan baik antarlembaga. Alhasil, beban berat selalu diberikan pemerintah kepada sekolah, guru, dan orang tua siswa dalam pencegahan dan penanganan kekerasan.

6. Hidupkan ujian nasional

Iman mengatakan bahwa P2G meminta Mendikdasmen Abdul Mu’ti tidak menghidupkan kembali Ujian Nasional (UN).  "Ada kekhawatiran UN akan diadakan lagi, mengingat figur Abdul Mu’ti pernah menjabat sebagai Ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) yang diantara tugas lembaga ini adalah melaksanakan UN," tukas Iman. Apalagi pernyataan mantan wakil presiden Jusuf Kalla, yang merupakan pendukung garis depan dalam upaya menghidupkan UN yang sudah distop di era Nadiem Makarim.

7. Infrastruktur sekolah P2G meminta adanya upaya akseleratif Prabowo-Gibran untuk memperluas, melengkapi, dan meningkatkan kuantitas serta kualitas infrastruktur sekolah/madrasah serta mengakselerasi perluasan akses digital. Data BPS menunjukkan 60 persen sekolah SD dalam kondisi rusak. "P2G mendesak Mendikdasmen baru tidak menjadikan Platform Merdeka Mengajar (PMM) sebagai beban digital administrasi guru seperti yang terjadi kini, selama kepemimpinan Nadiem Makarim," Iman menjelaskan. Hasil survei nasional P2G terhadap guru di 26 provinsi pada Desember 2023 menunjukkan hasil bahwa 83,4 persen guru merasa keberadaan PMM menjadi beban administrasi digital. Hanya 16,6 persen guru yang mengakui PMM mengurangi beban administrasi. PMM semestinya sekadar sarana mempermudah guru belajar, memperluas jejaring, dan wadah berbagi praktik inspiratif pembelajaran, bukan menjadi tujuan.

8. Membuat rencana strategis lima tahun ke depan P2G berharap dalam membuat rencana strategis lima tahun ke depan, Mendikdasmen menyiapkan “Peta Jalan Pendidikan Indonesia”. Adapun “Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045” yang sudah dirancang bersama Bappenas beberapa waktu lalu. P2G menilai masih jauh dari kata sempurna, bahkan tidak memasukkan kesejahteraan guru sebagai indikator ketercapaiannya. "Harapan kami adalah Road Map ini masih terbuka ruang kritik perbaikan dan Kemdikdasmen membangun dialog dengan semua organisasi profesi guru," tandasnya. P2G merasa peta jalan yang diinisiasi Bappenas belum melibatkan semua stakeholder pendidikan, khususmya organisasi profesi guru.

9. Mengganti pola PGP P2G meminta Mendikdasmen mengganti pola pelatihan Program Guru Penggerak (PGP), yang menjadi program unggulan kepemimpinan Nadiem Makarim selama ini. Di satu sisi PGP adalah upaya meningkatkan kompetensi guru harus diapresiasi, namun sayangnya PGP menjadi syarat kunci calon kepala sekolah dan pengawas. Adalah hak setiap guru mendapat kesempatan pelatihan seperti tertuang dalam UU Guru dan Dosen, pasal 14 ayat (1) huruf (d), guru berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. "Nyatanya untuk mengikuti PGP sebagai bentuk pelatihan peningkatan kompetensi, guru diseleksi terlebih dulu, inilah letak PGP diskriminatif karena tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap guru," tutur Feriyansyah, Kabid Litbang Pendidikan P2G. Termasuk juga aspek anggaran, PGP memakan anggaran jumbo sampai 3 triliyun (2024), sedangkan anggaran Pendidikan Profesi Guru (PPG) sangat kecil hanya 93 milyar. Padahal PPG adalah perintah UU Guru dan Dosen, sedangkan payung hukum PGP hanya selevel Permendikbudristek. "P2G meminta Mendikdasmen mengganti pola PGP yaitu dengan mengalihkan materi konten PGP ke dalam PPG, termasuk ke dalam struktur mata kuliah pedagogis di LPTK," ujarnya.

10. Melanjutkan Kurikulum Merdeka

Kabid Litbang Pendidikan Feriyansyah melanjutkan bahwa P2G meminta Mendikdasmen berikutnya melanjutkan kebijakan Kurikulum Merdeka, namun dengan beberapa catatan. Yaitu pembenahan secara optimal dalam implementasi kurikulum merdeka (IKM) termasuk Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), memasukkan kembali mata pelajaran Bahasa Asing di jenjang SMA/MA/SMK. Lalu pelatihan IKM bagi guru-guru di seluruh wilayah secara adil dan merata, tidak menjadikan PMM sebagai solusi tunggal pelatihan guru. d) meringankan beban administrasi guru dalam IKM. Serta perbaikan dan penyempurnaan buku teks utama. Sejak kurikulum pertama yaitu Kurikulum 1947, lalu Kurikulum 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013, sampai Kurikulum Merdeka (2024). “Ganti menteri ganti kurikulum, sebenarnya tidak selalu terjadi dalam sejarah kurikulum nasional. Indonesia baru 11 kali berganti kurikulum nasional, sedangkan menteri Pendidikan dan Kebudayaan sudah berganti sebanyak 38 kali sejak Ki Hadjar Dewantara sampai Nadiem Makarim," lanjut mahasiswa S3 UGM ini. Jika ganti menteri harus mengganti kurikulum dirasa akan berdampak negatif. Misalnya secara psikologis bagi siswa, disorientasi ketidakjelasan arah, hambatan harmonisasi dengan perguruan tinggi, penyesuaian buku teks yang tak mudah, pelatihan guru yang tak efektif, administrasi pembelajaran, sampai pada paradigma guru, siswa, dan orang tua termasuk birokrasi pendidikan di daerah.


11. Kaji zonasi

kebijakan PPDB Zonasi hendaknya dikaji ulang secara holistik bersama pemerintah pusat dan daerah dengan melibatkan perguruan tinggi termasuk organisasi profesi guru dan komite sekolah. Tujuan zonasi sejak pertama kali diterapkan 2017 belum tercapai hingga sekarang. Sebaliknya, jika sistem PPDB zonasi dan afirmasi dihapus misalnya, tentu akan melahirkan diskriminasi baru bagi anak. "Jadi kebijakan PPDB zonasi dan afirmasi harus menjadi prioritas perbaikan oleh Kemdikdasmen ke depan," ucapnya. P2G juga menyoroti rencana kebijakan Prabowo yang akan membangun Sekolah Unggulan di tiap kota/kabupaten. P2G menilai keberadaan Sekolah Unggulan justru kontradiktif saling bertolakbelakang dengan kebijakan PPDB Zonasi. Feryansyah menambahkan, P2G khawatir keberadaan Sekolah Unggulan nanti akan menghidupkan kembali Sekolah RSBI yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2013, karena dinilai diskriminatif, tidak berkeadilan, dan inkonstitusional.

12. Meningkatkan kualitas lulusan SMK

Data BPS menunjukkan lulusan SMK menjadi penyumbang angka pengangguran terbesar Indonesia sebesar 9,60 persen (2023) dan 8,62 persen (2024). Ini mengindikasikan beberapa hal, di antaranya lulusan SMK tidak diterima karena kualitas rendah, kurikulum SMK tidak berkorelasi atau tidak ada link and match dengan kebutuhan industri dan usaha. SMK kekurangan guru mata pelajaran produktif, fasilitas sarana SMK yang minim dari sisi kelengkapan bengkel atau tempat praktik atau angka lulusan SMK lebih tinggi ketimbang ketersediaan lapangan kerja. Relevansi kurikulum SMK dengan dunia industri adalah mutlak, termasuk pelibatan dunia industri dalam mengembangkan kurikulum SMK. Pemerintah perlu juga meninjau kembali perizinan dan persyaratan pendirian SMK.
P2G berharap agar Mendikdasmen nanti tidak menjaga jarak komunikasi dengan organisasi pendidikan dan guru seperti yang ditunjukkan Mendikbud Nadiem Makarim selama ini. Mendikdasmen baru hendaknya bersikap inklusif, membangun kolaborasi melibatkan semua unsur pemangku kepentingan pendidikan, bergotong-royong untuk membangun pendidikan nasional.