Pembangunan rumah di perkotaan diarahkan hunian vertikal agar masyarakat penghuni tidak perlu jauh ke tempat kerja.

Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI

JAKARTA, KOMPAS — Target pembangunan 3 juta rumah per tahun dinilai memerlukan sistem yang utuh dan landasan hukum yang kuat. Hal itu di antaranya kepastian lahan untuk perumahan rakyat.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengemukakan, program pembangunan 3 juta rumah per tahun membutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah siap membangun sistem, menyusun regulasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serta memanfaatkan lahan yang ada untuk rumah rakyat.

”Kita harus siap bekerja keras dan fokus dengan menyiapkan semua aspek secara hukum. Kami mohon waktu sebentar untuk mempersiapkan peraturan hukum secara konsep dan bisa berjalan di lapangan sehingga program perumahan bisa maju ke depan,” katanya seusai pelantikan dirinya sebagai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman di Jakarta, Senin (21/10/2024).

Salah satu isu strategis dalam pengadaan rumah adalah pengadaan lahan. Pihaknya berkoordinasi dengan pemangku kepentingan untuk memanfaatkan lahan yang sudah ada agar bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah rakyat di berbagai wilayah. Misalnya, berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk pemanfaatan lahan sitaan atau pemanfaatan lahan PT KAI untuk lokasi pembangunan rumah sehingga tidak perlu jauh ke tempat kerja.

https://cdn-assetd.kompas.id/M2nYq2-9qUun5a1ty_bTEcNXo-E=/1024x758/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F03%2F29%2F24a6cbfb-b8f2-40cb-9e00-041f67863324_png.png

Pembangunan rumah di perkotaan diarahkan hunian vertikal agar masyarakat penghuni tidak perlu jauh ke tempat kerja. Bentuk peran swasta dalam sektor perumahan juga akan dibuka ruang agar bisa berpartisipasi.

”Peran swasta harus dibuat kepastian hukumnya sehingga semua merasa nyaman dan menjadi efisiensi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang kuat dan yang penting dananya tidak boleh dikorupsi sehingga bisa digunakan untuk membangun lebih banyak bangun rumah untuk rakyat Indonesia,” ujar Maruarar.

Selain memanfaatkan tanah yang sudah ada untuk efisiensi pemanfaatan dana APBN, pihaknya juga mencari solusi lain, seperti membuka ruang dari pihak swasta untuk berpartisipasi melalui tanggung jawab sosial perusahaan melalui program perumahan.

Gotong royong

Konsep penting dalam pembangunan rumah yang akan dilaksanakan adalah gotong royong membangun rumah untuk rakyat. Sementara inti dari lancarnya pembangunan rumah di lapangan adalah dengan kerja sama serta keyakinan dari semua pihak yang terlibat. Dicontohkan, pemanfaatan lahan dari BUMN atau lahan TNI nanti proses pembangunannya bisa dibantu dari pihak swasta.

”Kita harus bergotong royong dengan semua kekuatan karena banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki rumah. Jadi, memang harus masif dan gotong royong dari aset yang ada, baik yang dimiliki negara maupun sitaan, dan membangunnya juga gotong royong,” kata Maruarar.

Maruarar Sirait menambahkan, dirinya akan membicarakan lebih lanjut dan mendengar masukan dari semua pihak, seperti dari akademisi, pengamat perumahan, para pelaku, dan juga calon konsumen. Selain itu juga akan mempelajari secara detail hal-hal apa saja terkait program perumahan yang sudah dilaksanakan selama ini.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/12/07/cb98d93d-04a5-413c-9303-26bf0f760555_gif.gif

Ketua Umum HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengemukakan, salah satu hambatan utama dalam perumahan adalah pertanahan dan perizinan. Pengadaan lahan menggunakan tanah negara dan aset pemda, termasuk lahan sitaan Kejaksaan Agung, memerlukan regulasi yang kondusif. Apalagi, regulasi pertanahan merupakan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

”Pemanfaatan lahan aset negara memerlukan harmonisasi regulasi,” ujarnya.

Di sisi lain, penyediaan lahan dengan mendorong pengembang besar untuk ikut berpartisipasi. Hal ini di antaranya pengembang besar mengalokasikan lahan untuk rumah susun murah bagi pekerja. Itu sejalan dengan kewajiban hunian berimbang yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Perumahan.

Dalam ketentuan hunian berimbang, pengembang perumahan komersial diwajibkan membangun rumah dengan komposisi seimbang antara rumah mewah, menengah, dan sederhana berbanding 1:2:3 guna mendorong penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Meski demikian, konsep hunian berimbang hingga kini tidak berjalan karena terkendala mahalnya harga lahan.