Oleh Brigita Maria Lukita G.
JAKARTA, KOMPAS — Keterisian proyek-proyek apartemen yang dibangun Badan Usaha Milik Negara belum optimal. Sementara pemerintah memiliki target besar penyediaan 3 juta rumah per tahun. Optimalisasi rumah susun dan pemanfaatan lahan-lahan negara untuk perumahan memerlukan dukungan regulasi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengemukakan, sejumlah gagasan di sektor perumahan selama ini telah didorong, tetapi muncul persoalan terkait regulasi. Di antaranya, problem apartemen atau rumah susun bersubsidi yang harganya di kisaran Rp 270 juta per unit. Skema pembiayaan rumah susun bersubsidi selama ini diproteksi untuk melindungi pembeli atau konsumen sehingga pembiayaan atau kredit baru dikucurkan ketika rumah susun selesai dibangun.
”Padahal, konstruksi ada biayanya. Apabila proyek sudah terbangun 50 persen dan pembiayaan sudah bisa dianggarkan, bisa mempermudah (pengembang) dan uang yang dianggarkan itu bisa untuk membangun lagi di tempat lain,” ujarnya, dalam Kunjungan ke Proyek Perumnas dan Aset PT KAI, Rabu (27/11/2024).
Kunjungan itu dihadiri Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, serta Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
Menurut Erick, pihaknya juga sudah meluncurkan skema sewa beli (rent-to-own), sistem sewa dalam jangka waktu tertentu dan pada masa akhir sewa, penyewa dapat memiliki rumah dengan cara kredit pemilikan rumah (KPR). Konsep itu sudah digulirkan sekitar tiga tahun lalu, tetapi memerlukan aturan atau payung hukum dari Otoritas Jasa Keuangan.
Di sisi lain, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengharapkan penyaluran kredit pemilikan rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP) ditingkatkan dari 200.000 unit per tahun menjadi 800.000 unit. Pembiayaan untuk KPR FLPP direncanakan bersumber dari bauran pendanaan pemerintah dan perbankan dengan perbandingan 50:50.
Ia menilai, apabila Bank Tabungan Negara diberikan pendanaan yang cukup, tidak kesulitan untuk mendukung pendanaan 800.000 unit rumah. ”Nah, kalau pendanaannya tidak mencukupi, bagaimana BTN bisa (mendukung)?” lanjut Erick.
Erick menambahkan, Kementerian BUMN merupakan kementerian korporasi dan bukan kementerian di bidang regulasi. Ia mengapresiasi terobosan yang diupayakan Kementerian PKP, yakni salah satu yang disepakati berupa tenor pembiayaan rumah bersubsidi hingga 30 tahun.
”Perlu ada improvisasi. Saya yakin kalau regulasinya dimudahkan, ini akan sangat memudahkan mimpi Bapak Presiden Prabowo dan Pak Maruarar yang ditugaskan untuk membuat terobosan perumahan buat rakyat,” kata Eric.
Menteri PKP Maruarar Sirait mengemukakan, untuk mencapai target besar program 3 juta rumah per tahun, pemerintah terus berupaya melakukan program terobosan, mengevaluasi proyek apartemen, serta pemanfaaan lahan negara untuk perumahan.
”(Lahan negara) kita survei, baru kita petakan mana yang potensial, mana yang mangkrak, dan sudah ditempati oleh masyarakat. Kita baru mulai bangun kalau semuanya sudah ideal. Kita cari solusi pembangunannya, bisa oleh pengembang, ataupun bekerja sama dengan swasta,” ujarnya.
Apartemen kosong
Maruarar mengungkapkan, saat ini sejumlah apartemen milik BUMN yang sudah terbangun selama beberapa tahun masih cenderung kosong. Kondisi itu berbanding terbalik dengan proyek apartemen yang dibangun pengembang besar yang cepat laku terjual. Ke depan, ia menilai, tidak boleh ada pembangunan rumah susun yang kosong dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Oleh karena itu, perencanaan proyek apartemen, yang menawarkan unit bersubsidi sekaligus komersial, perlu diperbaiki. Pembenahan mencakup perencanaan yang strategis, survei pasar, dan harga jual.
”Pembenahan tidak boleh sepotong-sepotong karena negara akan kalah terus. Cara bekerja perlu perubahan,” lanjutnya.
Direktur Pemasaran Perum Perumnas Imelda Alini Pohan mengemukakan, sebanyak 3 proyek apartemen TOD milik Perumnas, yakni Samesta Mahata Tanjung Barat (Jakarta Selatan) saat ini memiliki tingkat keterisian 70 persen, Samesta Mahata Margonda (Depok) sebesar 88 persen, dan Samesta Mahata Serpong (Banten) terisi 68 persen. Adapun unit apartemen bersubsidi sudah terjual habis.
Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro mengatakan, pihaknya siap mendukung pelaksanaan program 3 juta rumah per tahun. Selama ini, proyek apartemen yang dibangun Perumnas menawarkan konsep campuran antara unit bersubsidi dan unit komersial. Komposisi unit apartemen bersubsidi rata-rata 20 persen dari total unit.
”Perumnas sebagai developernya pemerintah ya harus siap. Kita punya aset banyak. Kita bisa berdayakan aset yang dikendalikan dan disupport oleh Perumnas, ya kita bisa pakai,” ujarnya.
Budi menambahkan, tantangan penyediaan rumah bersubsidi adalah ketersediaan anggaran subsidi FLPP dari pemerintah. Sementara tantangan untuk rumah susun bersubsidi adalah arus kas pengembang karena proyek tersebut dinilai padat modal. Pengembang baru menerima pembayaran atas unit rumah susun bersubsidi ketika proyek itu sudah selesai dan siap diserah-terimakan ke konsumen.
”Selama perjalanan membangun proyek rusun subsidi, tidak ada pemasukan uang bagi pengembang,” ujarnya.
Menurut Budi, proyek pembangunan rumah rakyat memerlukan penyertaan modal negara. Saat ini harga jual unit apartemen bersubsidi yang dibangun Perumnas di Jakarta kisaran Rp 9,5 juta per meter persegi, sedangkan di Depok Rp 8,5 juta per meter persegi.