Hafiyyan Kamis, 09/06/2016 07:42 WIB   Anjungan minyak JAKARTA—Harga minyak stabil di atas level US$50 per barel seiring dengan prediksi menurunnya persediaan Amerika Serikat yang mengindikasikan berkurangnya surplus global. Pada perdagangan Rabu (8/6) pukul 17:14 WIB harga minyak WTI kontrak Juli 2016 naik 0,44 poin atau 0,87% menuju US$50,80 per barel. Dalam waktu yang sama, harga minyak Brent kontrak Agustus 2016 meningkat 0,50 poin atau 0,97% menjadi US$51,94 per barel.  Dalam dua sesi perdagangan terakhir, harga minyak stabil di atas level US$50 per barel. Faktor utama yang mendorong ialah proyeksi persediaan minyak mentah AS kembali menurun. American Petroleum Institute (API) memerkirakan stok Paman Sam pada pekan lalu berkurang 3,57 juta barel. Hal ini mengikuti pasokan di Cushing, Oklahoma sebagai titik pengiriman WTI sekaligus hub terbesar AS turun 1,31 juta barel.  Sementara itu, estimasi median survei Bloomberg menunjukkan persediaan minggu kemarin meluncur 3 juta barel, sedangkan survei Reuters menyatakan stok merosot 2,7 juta barel. Data resmi pemerintah dari U.S. Energy Information Administration (EIA) akan dirilis pada Rabu (9/6) waktu setempat. Sebelumnya, laporan EIA pada Kamis (2/6) menuliskan, persediaan minyak mentah mingguan Paman Sam per Jumat (27/5) merosot 1,366 juta barel menuju ke 535,702 juta barel. Level produksi minyak mentah dalam waktu yang sama juga menurun 0,37% menuju 8,735 juta barel per hari. Angka tersebut merupakan posisi terendah sejak September 2014. Bila dibandingkan dengan level harga terendah pada Februari 2016 sekitar US$26 per barel, harga sudah meningkat sekitar 90%. Sentimen utama berasal dari stabilisasi produksi dan konsumsi AS, di tengah langkah OPEC yang tetap memacu penambangan. Menurut proyeksi EIA, permintaan bensin AS akan mencapai rekor tertinggi, yakni 9,5 juta barel per hari selama kuartal II/2016. Angka ini naik dari estimasi Mei sebesar 9,48 juta barel per hari. Dari segi produksi, penyedotan akan terus menurun menjadi 8,1 juta barel per hari pada kuartal III/2017. Sebelumnya di kuartal I/2016, level produksi mencapai 9,2 juta barel per hari. Ric Spooner, Chief Analyst CMC Markets, mengatakan pertumbuhan permintaan pasar mendekati posisi keseimbangan dengan banyaknya suplai. Namun, surplus masih terjadi sehingga membatasi kenaikan harga. "Ada sedikit momentum kenaikan minyak saat ini, dan kemungkinan bakal terus berlanjut," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (8/6). Analis Komoditas Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, sentimen positif mulai membayangi pasar minyak akibat berkurangnya surplus pasokan. Meskipun demikian, harga belum memasuki tren bullish karena masih dalam masa rebound.  Dari sisi teknikal, rebound terjadi akibat rendahnya harga sejak awal tahun yang mengalami oversold. Menurutnya nilai jual dalam masa rebound berkisar antara US$50-US$60 per barel. Selain itu, bila Federal Reserve menahan kenaikan suku bunga, maka pengerekan harga minyak dapat terus berlanjut. Sentimen moneter AS, lanjut Wahyu, lebih mendapatkan perhatian pasar dibandingkan  OPEC. "Terkini, S&P 500 Futures naik ke level tertinggi dalam 11 bulan akibat minyak berhasil menembus US$50 per barel. Peningkatan terjadi seiring dengan tertekannya dolar AS dan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang meredup," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (8/6). J. David Anderson, Analyst Barclays, menuturkan setelah dilanda tren buruk dalam dua tahun terakhir, pasar kian optimis sudah melewati tren bottom. Saat ini, proyeksi mulai mengarah kepada laju pemulihan. Harga perlu bergerak stabil di antara US$40-an dan US$50-an per barel dalam 60 hari - 90 hari untuk membuat pasar semakin percaya diri dan perusahaan-perusahaan minyak kembali memulai aktivitas penambangan. Emirates NBD dalam publikasi risetnya, Selasa (8/6), menyampaikan harga minyak yang menembus level US$50 per barel didorong membaiknya faktor fundamental, sehingga tingkat pasokan dan permintaan semakin mendekat. Impor China misalnya naik 16,5% pada Januari-Mei 2016 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (yoy), meskipun menurun bulan lalu. Data Administrasi Umum Bea Cukai setempat menunjukkan, impor minyak mentah Negeri Panda pada Mei 2016 sebesar 32,24 juta ton atau setara dengan 7,62 juta barel per hari. Angka tersebut turun 4,3% secara bulanan (mom) dan menjadi level terendah sejak Januari. Kaname Gokon, Broker Okato Shoji, menyampaikan meskipun terlihat menurun, permintaan China sebagai konsumen kedua terbesar di dunia menjadi salah satu pertimbangan dalam mendukung pasar minyak mentah. Pasalnya, meski terkoreksi secara bulanan (mom), impor bulan lalu naik 38,7% dibandingkan Mei 2015. (Bloomberg/Reuters)