JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat mendorong pemerintah pusat untuk dapat mengalokasikan Rp 700 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk menanggung biaya pemungutan suara atau PSU Pilkada 2024. Ini karena pemerintah daerah hanya mampu menyiapkan anggaran kurang dari 30 persen kebutuhan PSU di 24 daerah yang diperkirakan senilai Rp 1 triliun.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk dalam rapat kerja di Komisi II DPR, Jakarta, 27 Februari 2025 lalu, terdapat 24 daerah yang akan menyenggelar PSU. Perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk menggelar PSU di 24 daerah itu hampir Rp 1 triliun.

Dalam hal pendanaan, delapan pemerintah daerah (pemda) menyatakan mampu membiayai PSU, sementara 16 pemda lainnya tidak sanggup atau masih membutuhkan bantuan dana, baik dari provinsi maupun APBN. Daerah yang kesulitan anggaran untuk PSU adalah Provinsi Papua; Kabupaten Kepulauan Talaud, Buru, Pulau Taliabu, Pasaman, Empat Lawang, Pesawaran, Bengkulu Selatan, Serang, Tasikmalaya, Boven Digoel, Gorontalo Utara, Parigi Moutong; serta Kota Banjarbaru, Palopo, dan Sabang.

Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda (dua dari kanan) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (dua dari kiri) memberikan keterangan kepada media usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) penentuan jadwal pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024, Rabu (22/1/2025).
 

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI

Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda (kedua dari kanan) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kedua dari kiri) memberikan keterangan kepada media seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) penentuan jadwal pelantikan kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak 2024, Rabu (22/1/2025).

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda di Jakarta, Minggu (2/3/2025), mengatakan, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada), sumber pembiayaan pilkada berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Meski demikian, di dalam undang-undang itu disebutkan, jika dana yang dimiliki oleh kabupaten/kota terbatas, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat dapat membantu melalui APBD provinsi maupun APBN. ”Jadi, APBD, termasuk juga APBN bisa digunakan untuk membantu pelaksanaan pemungutan suara di 24 daerah, baik seluruhnya maupun sebagian,” tuturnya.

 

Rifqizamy mengungkapkan, Komisi II DPR bersama pemerintah dan para penyelenggara pemilu telah menghitung kemampuan anggaran dari 24 pemda yang akan menggelar PSU. Ternyata, pemda-pemda itu hanya sanggup menanggung 30 persen dari total anggaran yang dibutuhkan untuk PSU.

Karena itu, Komisi II DPR mendorong pemerintah pusat menanggung kekurangan biaya PSU dengan mengalokasikan Rp 700 miliar dari APBN. Hal ini penting supaya PSU yang merupakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa dilaksanakan tepat waktu.

Iklan - Gulir ke Bawah untuk melajutkan
Iklan
Mendagri Tito Karnavian dan para pimpinan penyelenggara pemilu menggelar rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/2/2025). Dalam rapat itu, dibahas mengenai jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024.
 

KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO

Mendagri Tito Karnavian dan para pimpinan penyelenggara pemilu menggelar rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/2/2025).

Supporting APBN sekarang sedang kami upayakan sebesar lebih kurang Rp 700 miliar untuk memastikan pelaksana pilkada sesuai dengan putusan MK bisa dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditetapkan oleh KPU,” tuturnya.

Rifqinizamy menegaskan bahwa Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengumumkan hal itu saat rapat kerja yang dijadwalkan digelar pada 10 Maret 2025.

”Insya Allah, pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkeu menyanggupi hal ini dan nanti akan kita umumkan bersama-sama di Komisi II DPR pada saat rapat kerja bersama Mendagri dan penyelenggara pemilu pada 10 Maret 2025 yang akan datang,” ucapnya.

Komisi II DPR mendorong pemerintah pusat menanggung kekurangan biaya PSU dengan mengalokasikan Rp 700 miliar dari APBN.

 

Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menambahkan, prinsipnya, Komisi II DPR telah memberikan tenggat selama 10 hari kepada Kemendagri dan penyelenggara pemilu sejak rapat kerja pada 27 Februari 2025, agar segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan serta pemerintah provinsi untuk membahas masalah kekurangan anggaran PSU ini. Dengan demikian, bisa dihitung jumlah anggaran yang dimiliki pemda serta berapa total dana bantuan yang diperlukan dari APBN.

Dede mengingatkan bahwa UU 10/2016 telah mengamanatkan anggaran PSU adalah beban daerah dan pemerintah pusat dapat membantunya. ”Jadi (amanat UU itu) harus dijalankan. Opsi anggaran APBN dari mana, pasti Menkeu yang lebih tahu,” tegasnya.

Wakil ketua Komisi X Dede Yusuf saat memimpin rapat kerja dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Dalam rapat ini, Nadiem Makarim memaparkan sejumlah capaian dan evaluasi program kerja Kemendikbudristek RI di tahun anggaran 2022. Selain itu Mendikbudristek juga menjabarkan rancangan dan rencana program kerja lembaganya di tahun 2023. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 24/1/2023
 

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf

Menurut Dede, pemerintah harus cepat menuntaskan persoalan anggaran PSU ini. Jangan sampai semua berantakan karena dipersiapkan secara mepet dengan gelaran PSU. Nanti malah berantakan.

Iklan - Gulir ke Bawah untuk melajutkan
Iklan

”Ini yang harus didahulukan PSU pertama adalah 30 hari sejak ditetapkan MK. Tanggal 26 Maret kalau tidak salah. Ada yang 60 hari, 90 hari, dan 180 hari kemudian,” ucapnya.

Tutupi kekurangan anggaran

Dihubungi secara terpisah, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menegaskan, dalam waktu 10 hari ini, Kemendagri akan berkoordinasi dengan 24 pemerintah daerah mengenai kebutuhan anggaran untuk menggelar PSU di daerah masing-masing. Jika anggarannya masih kurang, Kemendagri akan melihat kemampuan dari pemerintah provinsi untuk membantu menutupi kekurangan anggaran tersebut.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengunjungi TPS 6 di Pegangsaan, Jakarta Pusat. Ia memantau pelaksaan pilkada terutama untuk penyandang disabilitas.
 

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya

Bima menjelaskan, nantinya, anggaran bisa diambil dari dana yang masih tersisa dari penyelenggaraan pilkada di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat provinsi. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi pun akan terus berkoordinasi sehingga jangan sampai perbantuan dana dari pemerintah provinsi ini justru mengganggu pelaksanaan program prioritas maupun pelayanan wajib di provinsi.

”Pasti semua sudah diperhitungkan, dengan tidak berdampak pada program prioritas dan pelayanan wajib,” katanya.

 

Jika seluruh anggaran tidak ada, barulah kekurangan dana akan diambil dari APBN. ”Apabila memang kemudian masih kekurangan, baru dimintakan ke Kemenkeu,” ungkap Bima.