Keputusan pembatasan pengoperasian angkutan barang mempertimbangkan masukan dari pihak asosiasi para pelaku usaha angkutan barang mengenai dampak pembatasan.

Oleh Aguido Adri, Yosepha Debrina Ratih Pusparisa

JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia keberatan atas pengaturan pembatasan angkutan barang di masa arus mudik dan balik Lebaran 2025. Asosiasi meminta pemerintah mengoreksi aturan itu dengan mengurangi durasi hari pembatasan pengoperasian truk.

Pemerintah baru saja menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Direktur Jenderal Bina Marga tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan Serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1446 Hijriah.

Dalam SKB tersebut tertulis pengaturan pembatasan pengoperasian angkutan barang yang akan diberlakukan mulai Senin (24/3/2025) pukul 00.00 WIB sampai dengan Selasa (8/4/2025) April 2025 pukul 24.00 WIB di jalan tol dan nontol.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, pembatasan dan larangan pengoperasian truk pada Lebaran 2025 itu dinilai terlalu lama. Oleh karena itu, pihaknya menyatakan sikap keberatan atas SKB tersebut.

”Waktunya, pembatasan semakin panjang. Ini (SKB) durasinya terpanjang sampai 16 hari. Tahun-tahun kemarin 10-12 hari. Semakin tahun semakin meningkat durasi harinya. Tidak hanya itu, pembatasan truk setiap Lebaran dan Nataru (Natal dan Tahun Baru) tidak menyasar barang ekspor impor atau dikecualikan. Dua tahun terakhir ini mulai tidak dikecualikan. Ini tentu akan banyak kerugian, dampaknya jadi luas,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (12/3/2025).

Asosiasi meminta Presiden Prabowo Subianto agar segera mengoreksi SKB terkait pelarangan pengoperasian kendaraan angkutan barang mulai 24 Maret 2025 sampai dengan 8 April 2025 itu. Asosiasi juga meminta durasi kebijakan pelarangan pengoperasian kendaraan angkutan barang diubah menjadi mulai 27 Maret 2025 sampai dengan 3 April 2025.

Apabila usulan perubahan durasi pelarangan pengoperasian kendaraan angkutan barang tidak ditanggapi oleh para pengambil keputusan, imbuh Tarigan, maka seluruh pengusaha angkutan barang di Tanah Air, khususnya pelaku usaha angkutan barang yang melayani aktivitas seluruh pelabuhan di Indonesia, akan berhenti beroperasi mulai 20 Maret 2025.

Menurut Tarigan, keputusan pembatasan pengoperasian angkutan barang ini tidak mempertimbangkan masukan dari pihak asosiasi para pelaku usaha angkutan barang mengenai dampak lamanya pembatasan pengoperasian angkutan barang.

”Peraturan yang dibuat sangat berdekatan dengan implementasi. Maka, akan banyak pihak yang tidak siap sehingga dapat menimbulkan kepanikan serta melonjaknya biaya produksi karena potensi stop produksi, batal ekspor dan keterlambatan pengiriman akibat penumpukan kegiatan setelah masa larangan,” kata Tarigan.

Terhadap larangan itu, bukan hanya berdampak langsung kepada pemilik kendaraan, melainkan juga pada pelaku usaha yang terlibat, yaitu pengemudi, tenaga buruh bongkar muat, pabrik, pergudangan, perkapalan, dan para pemangku kepentingan dalam dunia logistik.

”Dampaknya luas, yaitu terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi 8 persen akibat tersendatnya pengiriman bahan baku industri. Ini akan mengganggu ekspor impor, dan berpotensi terjadi pembatalan kontrak dengan pihak luar negeri yang mengakibatkan kegagalan masuk devisa ke dalam negeri,” ujar Tarigan.

Larangan pengoperasian truk juga akan mengakibatkan penumpukan barang di pelabuhan. Hal ini karena kapal dari luar negeri terus berdatangan membawa barang sehingga kemungkinan terjadi stagnasi di pelabuhan. Penumpukan itu juga akan membebani para importir atas biaya penumpukan pelabuhan.

Para importir akan mendapatkan denda atau membayar biaya tambahan yang dikenakan ketika pemilik barang melebihi waktu yang disepakati untuk menggunakan peti kemas di terminal pelabuhan (demurrage container) dari sejak barang turun dari kapal hingga keluar pelabuhan. Kapal-kapal yang datang dari luar negeri pun akan pulang tanpa muatan.

Akibat lainnya, para eksportir kesulitan mengekspor barang-barangnya sehingga tidak dapat memenuhi perjanjian dagang. Lalu, pengemudi tidak mempunyai penghasilan selama pemberlakuan larangan sehingga dapat menimbulkan keresahan.

”Akibat larangan tersebut akan memperburuk citra Indonesia di mata dunia, terutama di perdagangan internasional, sehingga investor akan beralih ke negara yang lebih mudah proses ekspor impornya,” ujarnya.

Menurut Tarigan, dari berbagai dampak itu, pemerintahan Presiden Prabowo seharusnya lebih peka dengan kondisi perekonomian dan industri di Tanah Air saat ini. Sudah banyak terjadi perusahaan yang gulung tikar yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya.

Kondisi yang terjadi bukan semata disebabkan efek kalah bersaing atau berkompetisi dengan negara lain. Namun, disebabkan oleh regulasi-regulasi yang tidak mendukung iklim usaha untuk dapat tumbuh dan berkembang.

”Pembatasan operasional angkutan barang dengan dalih mengamankan kelancaran lalu lintas selama masa arus mudik dan balik Lebaran 2025, mengorbankan hak hidup para pelaku usaha dunia angkutan barang dan logistik,” kata Tarigan.

Kebijakan pembatasan

Serupa dengan tahun-tahun sebelumnya, mobilitas angkutan barang akan dibatasi pada masa Lebaran 2025. Hal ini diperkuat dengan terbitnya SKB yang melibatkan tiga instansi, yakni Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, Korps Lalu Lintas Polri, serta Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum.

”Hal tersebut untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran, serta mengoptimalkan lalu lintas angkutan jalan dan penyeberangan selama masa arus mudik dan arus balik angkutan Lebaran 2025,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Budi Rahardjo dalam keterangan tertulis.

Pengaturan dilakukan melalui pembatasan pengoperasian angkutan barang. Kendaraan yang terdampak adalah mobil barang bersumbu tiga atau lebih, mobil barang dengan kereta tempelan, kereta gandengan, serta mobil barang pengangkut hasil galian, tambang, dan bahan bangunan.

Sejumlah ruas tol yang menerapkan pembatasan angkutan barang difokuskan di Sumatera dan Jawa. Adapun daerah yang terdampak adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Ruas nontol juga akan mengalami pembatasan angkutan barang yang berfokus di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Provinsi di Sumatera meliputi Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Cakupan pembatasan di Jawa akan diberlakukan di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Dua provinsi lainnya adalah Bali dan Kalimantan Tengah.

Adapun kendaraan pengangkut beberapa barang khusus tidak terdampak pembatasan. Barang tersebut adalah bahan bakar minyak/bahan bakar gas, hantaran uang tunai, hewan dan pakan ternak, pupuk, penanganan bencana alam, sepeda motor mudik dan balik gratis, serta barang kebutuhan pokok. Namun, kendaraan harus dilengkapi surat muatan jenis barang.

”Logistik adalah prioritas, tidak ada larangan atau pembatasan, sehingga pasokannya tetap aman,” kata Budi.

Secara terpisah, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengemukakan akan membahas lagi soal insentif bagi para pengusaha logistik. Durasi pembatasan yang lebih lama dari tahun lalu dikarenakan program bekerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA) bagi para aparatur sipil negara.

”Tapi yang paling penting dari kami adalah untuk menjamin kelancaran dan keselamatan penyelenggaraan angkutan Lebaran, itu saja dulu. Kemudian kami mengantisipasi WFA, mengantisipasi juga kalau masyarakat mudik lebih awal pada 21 Maret 2025,” kata Dudy.

Ia menekankan bahwa pihaknya terbuka untuk berdiskusi soal insentif bagi para pengusaha. Ajakan untuk duduk bersama membicarakan dengan beragam pemangku kepentingan juga terbuka lebar.