Tambang nikel di sekitar Raja Ampat menjadi perbincangan publik. Pemerintah diharapkan menyelamatkan ”surga” keanekaragaman hayati itu.
Sebelum ramai diperbincangkan warganet di media sosial belakangan ini, Tim Kompas sudah menyoroti tambang nikel di Pulau Gag, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya, dalam Ekspedisi Tanah Papua, Juni 2021. Tim ekspedisi menemukan kerusakan lingkungan di sejumlah wilayah di Tanah Papua, di antaranya karena pertambangan, termasuk tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat (Kompas, 26/2/2022).
Perusahaan yang mengelola tambang nikel, PT Gag Nikel, adalah anak usaha PT Aneka Tambang, sebuah badan usaha milik negara (BUMN). Sorong Office Manager PT Gag Nikel Ruddy Sumual yang ditemui tim ekspedisi saat itu menuturkan, PT Gag Nikel telah mengantongi izin eksplorasi nikel di Pulau Gag pada 1998. Perusahaan mendapat izin produksi pada 2017 dan mulai memproduksi setahun kemudian. Target produksi mencapai 1,8 juta ton per tahun.
Tim ekspedisi juga mewawancarai Saharin Sidik, Ketua Masyarakat Adat (Keret) Magimai di Pulau Gag, yang mengaku baru tahu bahwa tanda tangannya dijadikan sebagai dokumen pelepasan lahan. Ia menilai, masyarakat dibohongi karena waktu itu mereka disodori lembaran kosong untuk ditandatangani. Pada Juni 2021 itu, dampak tambang sudah dirasakan warga. Sedimen di dasar laut akibat erosi dari kawasan tambang menyebabkan ikan berkurang. Debu material nikel beterbangan ke arah permukiman penduduk.
Empat tahun kemudian, sejumlah aktivis lingkungan kembali menyuarakan dampak tambang nikel tersebut yang makin meluas terhadap kerusakan ekosistem perairan Kepulauan Raja Ampat, yang akan berdampak pada pariwisata. Padahal, selain PT Gag Nikel, masih ada empat perusahaan lain yang menjalankan usaha tambang nikel di Raja Ampat.
Pemerintah merespons cepat kritik masyarakat ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghentikan sementara operasi PT Gag Nikel pada Kamis (5/6/2025) serta mendatangi langsung lokasi tambang pada Sabtu (7/6). Kementerian ESDM juga menerjunkan tim inspektur tambang untuk mengevaluasi menyeluruh tambang nikel tersebut.
Hasil resmi dari evaluasi Kementerian ESDM ini ditunggu. Namun, kita berharap evaluasi tidak hanya dilakukan oleh Kementerian ESDM, tetapi juga secara menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pariwisata, Kementerian BUMN, serta pihak terkait lain. Hal itu karena Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2023 telah menetapkan Raja Ampat sebagai UNESCO Global Geopark.
Kita memahami dilema yang dihadapi pemerintah terhadap isu ini. Tambang nikel diperlukan untuk mempercepat industrialisasi. Namun, kita berpendapat, keberlanjutan ekosistem yang berisi keanekaragaman hayati itu juga sangat penting bagi masa depan Indonesia.