Selat Hormuz sangat penting bagi perdagangan minyak global. Gangguan apa pun di selat itu berpotensi menaikkan harga energi global dan bisa memicu gejolak ekonomi.

Oleh Antonius Purwanto

Selat Hormuz di Iran sangat penting bagi perdagangan minyak global. Gangguan apa pun di selat itu berpotensi menaikkan harga energi global dan bisa memicu gejolak ekonomi dunia.

Meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran telah membangkitkan kembali kekhawatiran atas keamanan Selat Hormuz, jalur vital bagi pasar energi global. Sebab, Pemerintah Iran mempertimbangkan kemungkinan penutupan Selat Hormuz jika Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat bergabung dengan Israel menyerang Iran.

Dikutip dari laman Newsweek (19/6/2025), Iran telah memperingatkan bahwa mereka akan menutup Selat Hormuz, salah satu titik distribusi minyak paling penting di dunia, sebagai balasan atas keterlibatan AS dalam konfliknya dengan Israel.

”Jika Amerika Serikat secara resmi dan operasional memasuki perang untuk mendukung Zionis (Israel), itu adalah hak sah Iran dalam rangka menekan AS dan negara-negara Barat untuk mengganggu kemudahan transit perdagangan minyak mereka," kata Ali Yazdikhah, seorang anggota parlemen senior Iran, seperti dikutip oleh kantor berita semiresmi Mehr, Kamis ((19/6/2025).

infografik afp Selat Hormuz, Jalur Penting Transportasi Minyak dan Gas
 

KOMPAS

Infografik

”Iran memiliki banyak pilihan untuk menanggapi musuh-musuhnya,” kata Behnam Saeedi, anggota presidium Komite Keamanan Nasional parlemen. ”Menutup Selat Hormuz adalah salah satu pilihan yang mungkin.” Para pejabat ini berbicara di tengah meningkatnya ketegangan karena Presiden Donald Trump dilaporkan semakin dekat untuk memerintahkan serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran.

Pernyataan tersebut memicu spekulasi bahwa Iran bisa menggunakan opsi lain untuk menekan musuh-musuhnya: menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran sempit di mulut Teluk Persia yang dilalui sekitar 26 persen perdagangan minyak dunia. Jika Iran benar-benar menghalangi jalur ini, harga minyak global berpotensi melonjak tajam dan bisa memicu guncangan ekonomi secara global.

Mengapa Selat Hormuz penting bagi perdagangan global?

Selat Hormuz adalah satu-satunya pintu masuk laut ke Teluk Persia. Selat ini membelah Iran di satu sisi dan Oman serta Uni Emirat Arab di sisi lain, dan menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab di Samudra Hindia. Panjangnya hampir 161 kilometer (km) dan lebarnya 33 km di titik tersempit, dengan jalur pelayarannya hanya selebar tiga km di kedua arah.

Selat Hormuz bukan sekadar jalur laut sempit di Timur Tengah. Selat ini adalah urat nadi utama perdagangan energi dunia. Setiap hari jutaan barel minyak melewati perairan ini dari negara-negara Teluk ke seluruh penjuru dunia.

Menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia melewati selat ini, atau sekitar 20 juta barel per hari (bpd) minyak, kondensat, dan bahan bakar. Hampir 83 persen di antaranya ditujukan untuk pasar Asia. Jumlah itu setara dengan perdagangan energi senilai hampir 600 miliar dollar AS per tahun yang diangkut melalui rute maritim ini.

Selat ini merupakan rute pengiriman utama untuk ekspor energi dari produsen-produsen besar dunia.  Dari 10 produsen minyak terbesar di dunia, lima berada di sekitar selat itu. Negara-negara itu adalah Arab Saudi, Irak, Kuwait, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA). Mereka menghasilkan hampir 28 juta barel per hari.

Bukan hanya minyak, Selat Hormuz juga menjadi jalur perdagangan gas alam cair (liquid natural gas). Di sekitar Selat Hormuz terdapat dua dari 10 eksportir gas alam terbesar di dunia, yakni Qatar dan Oman. Gabungan produksi gas alam kedua negara itu hampir 90 juta metrik ton per tahun. Setiap bulan, ada sekitar 3.000 lebih kapal pengangkut LNG mondar-mandir melewati selat tersebut.

Tidak hanya terbatas pada minyak dan gas, selat ini juga berfungsi sebagai koridor penting bagi perdagangan internasional dan pengiriman laut yang lebih luas. Selat ini menangani kargo nonenergi dalam jumlah besar, karena kapal-kapal kontainer besar yang memuat barang-barang manufaktur, bahan mentah, dan pasokan makanan penting melintasi Selat ini.

Selat ini juga mendukung pelabuhan-pelabuhan utama di Teluk Arab. Pelabuhan-pelabuhan seperti Jebel Ali di UEA dan Pelabuhan Khalifa di Abu Dhabi merupakan beberapa pusat perdagangan utama yang menghubungkan kawasan ini dengan sejumlah pasar penting di Asia, Eropa, dan Afrika. 

Seperti apa jejak gangguan Iran di Selat Hormuz?

Secara historis, Iran pernah memiliki riwayat menyerang kapal-kapal dagang yang melewati wilayah tersebut. Bahkan, Iran telah beberapa kali mengancam menutup Selat Hormuz. Sejumlah pengamat menyebut Iran acap kali menggunakan taktik gangguan terhadap kapal untuk menyuarakan ketidakpuasan atas sanksi atau sebagai alat tawar strategis dalam konflik, terutama pada periode konflik yang memanas.

Selama konflik Iran-Irak kurun 1980-1988, kedua negara menargetkan sejumlah kapal-kapal komersial yang melintasi teluk yang dikenal sebagai Perang Tanker. Meskipun kala itu, Selat Hormuz tidak pernah sepenuhnya ditutup, peperangan tersebut menewaskan ratusan ribu orang di kedua belah pihak.

Ancaman penutupan berikutnya juga pernah disuarakan pada tahun 2011 saat sanksi dijatuhkan terhadap Iran. Namun, ancaman ini tak pernah direalisasikan. Kemudian, pada awal tahun 2012, Iran mengancam akan mengganggu kapal-kapal yang berlayar melalui selat tersebut sebagai tanggapan atas sanksi AS dan Eropa yang menargetkan penjualan minyaknya.

infografik Sepuluh Negara dengan Produksi Minyak Terbesar Tahun 2022
 

infografik Sepuluh Negara dengan Produksi Minyak Terbesar Tahun 2022

Pada Juli 2018, Presiden Iran Hassan Rouhani mengisyaratkan bahwa Iran dapat mengganggu kapal tanker minyak yang melewati selat tersebut setelah AS berusaha membatasi pendapatan minyak Iran.

Kemudian, pada Mei 2019, empat kapal, termasuk dua kapal tanker minyak Saudi, diserang di dekat selat di lepas pantai Fujairah, Uni Emirat Arab, di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan AS selama masa jabatan pertama Presiden Donald Trump. Washington menyalahkan Teheran atas insiden tersebut, tetapi Iran membantah tuduhan tersebut.

Pada Mei 2022, dua kapal tanker Yunani juga disita Iran selama enam bulan. Penyitaan itu diduga sebagai balasan atas penyitaan kargo minyak Iran oleh otoritas Yunani dan AS. Selain itu, pada April 2023, Iran menyita kapal tanker menuju AS, diduga sebagai balasan atas penyitaan kapal pembawa minyak Iran oleh otoritas AS di lepas pantai Malaysia.

Terakhir, pada April 2024, sesaat sebelum meluncurkan serangan drone dan rudal ke Israel, Garda Revolusi Iran (IRGC) menyita kapal kargo yang terkait Israel di dekat Selat Hormuz. Awak kapal dibebaskan sebulan kemudian. Kendati beberapa kali mengancam, Iran belum pernah benar-benar menutup Selat Hormuz. 

Apa implikasinya jika Selat Hormuz ditutup?

Penutupan Selat Hormuz akan berdampak besar pada ekonomi dan keamanan, baik di tingkat regional maupun internasional. Selain mengganggu lalu lintas maritim yang melewatinya, penutupan selat bisa mengancam pasokan energi global dan menaikkan harga minyak dan gas secara tajam. Penutupan juga bisa meningkatkan ketegangan geopolitik, yang berdampak negatif pada keamanan regional.

Dari sisi ekonomi, penutupan Selat Hormuz akan menimbulkan gelombang kejut, terutama di pasar energi global. Para pelaku ekspor utama di dunia akan terdampak oleh gangguan ini. Sebab, mereka tidak dapat mengirimkan produk energi mereka melalui rute maritim utama ini.

Situasi itu akan mengakibatkan lonjakan tajam harga minyak, yang berpotensi melebihi 100 dollar AS per barel. Pada saat yang sama, beberapa analis memperkirakan angka yang lebih tinggi, yaitu 120 dollar AS per barel, tergantung pada durasi dan sifat gangguan.

Akibatnya, banyak negara yang sangat bergantung pada impor energi Teluk, khususnya AS, Eropa, dan sebagian Asia, akan menghadapi kekurangan energi. Dengan demikian, akan mengganggu produksi industri, membebani jaringan transportasi, dan memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Gangguan semacam itu kemungkinan akan menaikkan harga dalam skala global, mengirimkan gelombang kejut melalui pasar energi dan membuat pengangkutan barang menjadi lebih mahal, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan biaya hidup secara keseluruhan di seluruh dunia.

Akibatnya, ekonomi dunia terguncang. Lonjakan harga minyak yang tiba-tiba akan meningkatkan inflasi, biaya energi, dan mengganggu industri di sejumlah negara di dunia. Sektor manufaktur, transportasi, dan pertanian akan sangat rentan terdampak.

infografik Minyak Mentah yang Diangkut melalui Selat Hormuz ke Arah Timur, Januari-Mei 2025
 

infografik Minyak Mentah yang Diangkut melalui Selat Hormuz ke Arah Timur, Januari-Mei 2025

Sebagai rute utama pelayaran global, gangguan dapat menunda impor bahan baku, elektronik, dan barang konsumsi, yang akan memengaruhi rantai pasok. Premi asuransi untuk pelayaran dapat melonjak sehingga meningkatkan biaya bagi bisnis dan konsumen di banyak negara.

Reaksi pasar dan volatilitas di bursa saham dapat menjadi efek berantai. Pasar keuangan global akan merespons dengan volatilitas yang intens, yakni kepanikan investor, penurunan tajam harga saham, dan peningkatan luas dalam penghindaran risiko. Hal itu bisa mengarah pada keruntuhan pasar saham di seluruh dunia, terutama di negara-negara pengimpor minyak.

Kerusakan ekonomi akan sangat parah terutama bagi ekonomi regional. Negara-negara Teluk, yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas, akan mengalami penurunan langsung dan signifikan dalam sumber pendapatan utama mereka.

Di luar dampak ekonomi, potensi penutupan atau gangguan selat juga akan memicu implikasi geopolitik dan keamanan. Penutupan selat bisa memicu konfrontasi militer yang melibatkan angkatan laut AS, Uni Eropa, dan negara-negara Teluk, sehingga berisiko memicu perang regional yang lebih luas.

Eropa mungkin akan terseret ke dalam konflik tersebut melalui kewajiban atau aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), terutama dengan negara-negara seperti Perancis atau Inggris yang mempertahankan kehadiran angkatan laut di wilayah tersebut.

infografik Sepuluh Negara dengan Cadangan Minyak Terbesar Tahun 2023
 

infografik Sepuluh Negara dengan Cadangan Minyak Terbesar Tahun 2023

Negara yang paling terdampak jika Selat Hormuz ditutup?

Penelitian lembaga kajian Vortexa, seperti dikutip dari BBC (20/6/2025), mengindikasikan bahwa ekspor minyak mentah dari Arab Saudi mencapai sekitar enam juta barel per hari melalui jalur Selat Hormuz. Jumlah ini melebihi pengiriman dari negara-negara lain di kawasan tersebut. China, India, Jepang, dan Korea Selatan termasuk di antara importir teratas minyak mentah.

Dikutip dari laman lloydslist (12/6/2025), pada kuartal pertama 2025, berdasarkan negara pemilik manfaat, kapal-kapal Yunani, Jepang, dan China mendominasi dan akan paling terpengaruh oleh penutupan Selat Hormuz. Kapal berbendera Panama tercatat paling banyak menggunakan Selat Hormuz, diikuti oleh kapal berbendera Liberia dan kapal berbendera Kepulauan Marshall, sehingga mereka termasuk yang akan dirugikan jika Selat Hormuz terganggu.

Badan Informasi Energi AS (EIA) juga mengungkapkan AS mengimpor sekitar 700.000 barel minyak mentah dan kondensat melalui selat itu per hari sekitar 11 persen dari keseluruhan impor minyak dan 3 persen dari konsumsi bensin. Sementara itu, minyak yang diangkut ke Eropa melalui Selat Hormuz mencapai kurang dari 1 juta barel per hari.

Mengacu pada kondisi tersebut, negara-negara Arab dan Asia sepertinya akan mengalami kerugian yang cukup besar ketimbang AS dan Eropa apabila Selat Hormuz ditutup. Terlebih lagi, AS dan Eropa secara politik sejalan dengan Israel dalam konflik baru-baru ini, sedangkan sejumlah negara Asia masih menjaga hubungan baik dengan Iran. (Litbang Kompas)