Bukan perkara mudah membangun rel dan stasiun MRT Jakarta di perut kota selama 24 jam nonstop. Ada ”ring 1”, kawasan cagar budaya, dan temuan tinggalan masa lampau.

Oleh Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany

Pelan tetapi pasti, proyek MRT Jakarta koridor utara-selatan terus bergerak. Yang dibangun bukan sekadar rel dan stasiun, melainkan juga kepercayaan publik. Publik kota ini berharap memiliki angkutan umum massal modern yang aman dan nyaman.

Jauh di bawah permukaan jalan Jakarta yang padat dan bising, ada insinyur, teknisi, dan pekerja berjibaku siang dan malam. Mereka tengah melanjutkan pembangunan infrastruktur MRT Jakarta Fase 2A, yakni dari Bundaran HI hingga ke Kota.

Fase ini mencakup tujuh stasiun di bawah tanah, yakni Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota. Panjang lintasannya mencapai 5,8 kilometer.

Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda) Weni Maulina menyebut Fase 2A sebagai proyek paling kompleks sejauh ini. Tak hanya soal teknis bawah tanah, tetapi juga karena jalur menembus ”ring 1” di kawasan Medan Merdeka, area cagar budaya dari Harmoni hingga Kota, serta adanya temuan tinggalan masa lampau, seperti jalur trem, saluran terakota kolonial, dan lainnya.

”Tim harus menggali hingga empat lantai ke bawah tanah, dalam ruang sempit, dan tanpa menutup jalan protokol di atasnya,” kata Weni dalam sesi ”Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025”, Kamis (17/7/2025).

Situasi di atas menuntut pekerjaan tanpa dampak besar. Di sinilah berbagai teknologi dan strategi diterapkan. Salah satunya penggunaan tunnel boring machine (TBM) yang mampu mengebor kedalaman 13-20 meter dengan kecepatan 12 meter per hari tanpa mengguncang permukaan tanah.

Kepala TBM dilengkapi cutterhead untuk mengikis tanah dan sisa beton. Kemampuan mengikis beton belum dimiliki saat proyek MRT Jakarta Fase 1 Lebak Bulus ke Bundaran HI.

Sementara Fase 1 membentang sepanjang 16 kilometer. Terdiri dari tujuh stasiun layang dari Lebak Bulus sampai Sisingamangaraja dan enam stasiun bawah tanah dari Senayan sampai Bundaran HI.

Baik Fase 1 maupun Fase 2 disebut lintas utara ke selatan. Rutenya dari Lebak Bulus sampai Kota/Ancol.

Pada 9 Mei 2025, TBM mulai mengebor terowongan bawah tanah sepanjang 1,1 kilometer dari Harmoni ke Mangga Besar. Sebelumnya, TBM sudah menyambungkan terowongan dari Glodok ke Kota.

Terbatasnya akses di beberapa titik ring 1 membuat proyek juga mesti menggunakan metode box jacking. Caranya dengan mendorong struktur kotak di bawah tanah menggunakan tekanan hidrolik.

Dengan begitu, terwujud pengerjaan tanpa penggalian terbuka. Alhasil, tidak perlu penutupan lalu lintas di Medan Merdeka dan kawasan Monumen Nasional. 

Penyesuaian lapangan

Hingga pekan ketiga Juli 2025, progres pembangunan MRT Jakarta Fase 2A Bundaran HI ke Kota telah mencapai 49,99 persen. Proyeknya masih berjalan sesuai rencana sehingga ada optimisme pembangunannya bisa selesai tepat waktu.

Menurut Weni, proyek Fase 2A berjalan di tengah situasi global yang tidak ideal, seperti pandemi Covid-19 dan banyak penyesuaian di lapangan. 

BIM berfungsi untuk menghindari tumpang tindih koordinat dan konflik desain karena semua proyek terintegrasi. Teknologi ini juga berguna untuk pemeliharaan jangka panjang lewat memori digital.

Adapun penyesuaian lapangan terjadi di Stasiun Thamrin yang memiliki panjang 440 meter. Stasiun ini akan menjadi titik integrasi dengan MRT timur ke barat sehingga desain struktural terowongannya disesuaikan.

MRT koridor timur-barat atau Cikarang-Balaraja terdiri dari dua fase. Fase 1 tahap 1 sepanjang 24,5 kilometer dari Medansatria ke Tomang dan tahap 2 sepanjang 9,2 kilometer dari Tomang ke Kembangan.

Fase 2 akan mencakup ruas Kembangan ke Balaraja sepanjang 29,9 kilometer dan Medansatria ke Cikarang sepanjang 20,5 kilometer. Pekerjaan tahap awal atau Fase 1 tahap 1 direncanakan dapat dimulai pada tahun 2025.

Penyesuaian juga berlangsung di kawasan Gajah Mada-Hayam Wuruk karena area kerja yang sempit. Desain dari Stasiun Sawah Besar dan Mangga Besar pun menjadi empat lantai ke bawah dengan dua lantai platform kereta yang berbeda. Ini berarti ada perubahan elevasi terowongan dari Harmoni ke Sawah Besar.

Selain itu, pembangunannya melintasi kanal yang merupakan bagian dari Sungai Ciliwung. Tidak boleh ada struktur di atas badan air sehingga kanal digeser perlahan agar pembangunan bisa tetap berlangsung.

”Pengerjaan ini hanya bisa dilakukan saat musim kering atau air surut, tetapi kami akan menyesuaikan di lapangan agar tetap sesuai target,” ujar Weni. 

Urat nadi transportasi

MRT Jakarta kini tumbuh menjadi salah satu urat nadi transportasi dari selatan menuju pusat kota. Layanannya dinilai cepat, nyaman, tepat waktu, dan bebas macet. Fase 2A dan fase-fase berikutnya pun dinanti warga.

Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi mendukung penuh kelanjutan MRT Jakarta. Menurut dia, Ratangga—sebutan untuk kereta MRT—tidak hanya menggerakkan ekonomi. Keberadaannya membantu mobilitas warga dengan optimal.

Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia menekankan pentingnya integrasi yang inklusif antara stasiun MRT Jakarta dan moda transportasi lain agar mobilitas warga makin lancar.

Fase 2A yang tengah dibangun bisa jadi awal. Semua halte dan stasiunnya dapat terhubung langsung atau setidaknya punya koneksi yang memudahkan pengguna.

Enam tahun lalu, MRT Jakarta beroperasi komersial sekaligus menandai babak baru dalam peradaban Indonesia. Angkutan umum massal modern bukan lagi mimpi, bahkan bisa terus berkembang untuk menyatukan kota.