PR PAK JOKOWI SETELAH TAX AMNESTY Arif Budisusilo Jum'at, 23/09/2016 06:46 WIB   Arif Budisusilo Entah mengapa, beberapa hari terakhir ini persepsi publik terhadap pelaksanaan program amnesti pajak alias tax amnesty seperti berbalik 180 derajat. Mulanya, amnesti pajak ditempeli label program gagal. Hari ini, di tengah hiruk-pikuk Pilkada DKI Jakarta, tiba-tiba banyak pihak memandang program amnesti pajak di Indonesia paling sukses di antara negara-negara yang pernah menjalankan program serupa. Turki, misalnya, telah berulang kali menjalankan program amnesti pajak, dan tidak berhasil. India juga begitu rupa. Bahkan, seorang bankir asal India, mengatakan program amnesti pajak Indonesia relatif paling berhasil di antara negara-negara lain. Bankir itu mengatakan begitu, karena pernah mengalami kegagalan amnesti pajak di negaranya. Indikatornya tampaknya bukan lagi pada soal besaran angka-angka yang akan diperoleh dari setoran uang tebusan, harta yang dideklarasi atau dilaporkan, atau aset yang dibawa mudik dari luar negeri alias repatriasi. Kalau dari angka-angka yang ditargetkan, tampaknya masih cukup jauh meski juga terlalu pagi untuk mengatakan terlalu rendah. Pasalnya, program amnesti pajak ini masih akan berlangsung hingga 31 Maret 2017. Periode tarif rendah sebesar 2% untuk deklarasi aset domestik dan repatriasi, tinggal beberapa hari lagi, dan berakhir pada 30 September mendatang. Namun, dari perolehan uang tebusan yang sudah mencapai Rp35,5 triliun hingga Kamis (22/9) pukul 20.00 WIB, jelas telah menepis keraguan banyak pihak, termasuk dari sejumlah pejabat. Sebab, semula ada yang berasumsi bahwa perolehan uang tebusan hanya akan mencapai Rp21 triliun. Jelas, angka asumsi itu sangat jauh dari target yang dipatok Rp165 triliun. Namun, dengan pencapaian uang tebusan yang sudah menyentuh angka Rp35 triliun hingga 22 September, harapan semakin membuncah. Pada saat bersamaan, repatriasi aset mencapai Rp78 triliun, dengan total deklarasi dan repatriasi mencapai Rp1.478 triliun. Masih ada 8 hari hingga tutup bulan September. Ini berarti estimasi sejumlah pihak, termasuk lembaga internasional, bahwa program amnesti pajak Indonesia hanya akan menyetor Rp40 triliun uang tebusan, masih bisa jadi terpatahkan. Selebihnya, masih tersisa 6 bulan berikutnya hingga Maret 2017 mendatang. Waktu masih panjang. Lebih dari itu, angka-angka tersebut mempertebal catatan saya. Ternyata banyak orang Indonesia kaya raya. Baru efektif dua setengah bulan saja (bahkan kurang), laporan harta sudah mendekati volume APBN kita. Padahal, angka itu baru dari 126.000 wajib pajak yang berpartisipasi. Coba bandingkan dengan jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak yang mencapai 30 juta lebih. Artinya, kita benar-benar bangsa yang kaya. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyitir sebuah data, yang menyebutkan kekayaan HNWI atau orang pribadi terkaya Indonesia, yang ada di luar negeri, mencapai lebih dari Rp3.250 triliun. Dari angka itu, sekitar Rp2.600 triliun diperkirakan disimpan di Singapura! *** Bagi saya, tokoh yang menjadi lokomotif bagi kepercayaan untuk mengikuti amnesti pajak ini adalah Hutomo Mandala Putra atau yang lebih terkenal dengan Tommy Soeharto. Pekan lalu Mas Tommy, yang kita tahu adalah putra Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto, secara terbuka dan terang-terangan mengikuti program amnesti pajak. Mas Tommy adalah satu di antara beberapa pengusaha lain, setelah James Riady dan Garibaldi Tohir, untuk tidak menyebut semua nama. Namun, tanpa mengecilkan peran pengusaha yang lain, keikutsertaan pemilik Grup Humpuss itu menjadi istimewa. Mas Tommy menjadi stempel yang memperkuat kepercayaan terhadap program amnesti pajak. Suasana psikologis itu juga dirasakan beberapa pejabat pajak, yang saya ajak bicara. Itu pula yang kemudian mendorong para pengusaha lain, dan sejumlah kalangan yang semula meng-underestimate program amnesti pajak. Mereka menjadi berbalik arah. Maka mulailah bermunculan suara-suara, untuk memperpanjang “periode murah meriah”, yang sedianya berakhir 30 September ini. Bahkan, kemarin secara khusus Presiden Joko Widodo mengumpulkan sejumlah pengusaha kelas kakap dan sejumlah taipan ke Istana. Saya kira, setelah pertemuan tersebut, pekan depan sebelum mengakhiri bulan September, akan lebih banyak lagi pengusaha berpartisipasi dalam program tax amnesty. Ini seperti yang sejak awal selalu dikemukakan oleh Pak Jokowi, bahwa nama-nama pengusaha sudah ada di kantongnya. Ia akan menggunakan caranya, untuk meyakinkan para pengusaha agar lebih peduli terhadap Indonesia, karena telah memperoleh kesempatan dan manfaat bisnis yang besar dari bumi Indonesia. Barangkali, mantra tersebut akan lebih manjur. *** Terus terang, saya salut terhadap kegigihan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia datang ke Kabinet, dan meninggalkan posisi strategis sebagai Managing Director & Chief Operating Officer Bank Dunia, ketika program amnesti pajak sudah jadi. Pada saat bersamaan, Mbak Ani, begitu ia biasa disapa, menghadapi realitas pesimisme dan sinisme publik yang gilagilaan atas program tersebut. Namun, Mbak Ani tidak ciut nyali. Saya ingat, ketika kami mewawancarainya pada awal program berjalan, tatkala suasana pesimisme publik begitu kental, Mbak Ani tidak buru-buru melakukan judgement untuk mengambil kesimpulan terlalu dini. Ia mencoba jaga level keyakinan yang tinggi, dan menggunakan segala cara untuk meningkatkan level keyakinan publik terhadap program tersebut. Bahkan, tatkala muncul isu tak sedap dari Singapura, yang disangka banyak pihak bahwa negeri itu terus berupaya “mengganggu” program amnesti pajak Indonesia, dengan penuh percaya diri Mbak Ani melakukan “intervensi”. Tak tanggung-tanggung, Otoritas Moneter Singapura pun di-“satroni”-nya dan membuat semuanya crystal clear. Langkah semacam ini telah meningkatkan keyakinan, bahwa pemerintah percaya diri. Ia telah menjadi modal yang besar, untuk mempertebal kepercayaan terhadap program pemerintah tersebut. Keyakinan terhadap program itu merupakan modal politik yang tak dapat dipungkiri. Maka, kini bukan lagi angka-angka yang penting. Namun keyakinan bahwa pemerintah bersungguh-sungguh menjalankan program amnesti pajak sebagai kerangka reformasi fiskal secara keseluruhan, bukan sekadar memburu sumber penerimaan. *** Maka jelas, tak lagi dapat dipungkiri, program amnesti pajak telah membuka mata banyak pihak, termasuk kalangan masyarakat yang selama ini kurang melek pajak. Awareness publik, meminjam istilah kunci dalam public relations atau kehumasan, tiba-tiba terbangun begitu cepat terhadap isu perpajakan. Bahwa berbangsa dan bernegara, dan beraktivitas secara ekonomi, berimbas terhadap hak dan kewajiban finansial dan fiskal. Suka nggak suka, program amnesti pajak telah menjadi wahana pembelajaran yang luar biasa, mampu menggugah pemahaman, dan barangkali kesadaran, tentang kepedulian dan barangkali pula kepatuhan wajib pajak. Sesungguhnya di sinilah letak keberhasilan program amnesti pajak tersebut. Bukan hanya sebatas angka-angka penerimaan, bukan pula sebatas perbaikan basis data perpajakan, namun lebih dari itu, penggugah kesadaran untuk patuh pajak. Di titik ini, Mantan Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro telah mewariskan legacy-nya. Berkat kegigihan Pak Bambang meyakinkan parlemen, program amnesti pajak berhasil diundangkan. Meski jalannya program terseok-seok di periode awal, dampak multiplier-nya terhadap kepedulian mengenai perpajakan terasa signifikan. Kini tinggal bagaimana pemerintah menjaga irama ke depan. Program amnesti pajak tentu bukanlah tujuan. Ia adalah bagian dari upaya perbaikan atau reformasi sistem perpajakan itu sendiri. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan, sekaligus pemerataan manfaat ekonomi bagi seluruh warga negara. Itulah pekerjaan rumah yang sesungguhnya bagi pemerintahan Presiden Jokowi dalam memperbaiki sistem perpajakan ke depan. Nah, bagaimana menurut Anda?