JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan memulihkan nama baik mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto yang pernah disidangkan karena kasus dugaan permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia. Keputusan itu diambil dalam sidang tertutup Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang digelar pada 27 September 2016. Keputusan diambil menindaklanjuti permohonan pemulihan nama baik Novanto yang diajukan anggota Fraksi Partai Golkar di DPR. Putusan MKD itu seluruhnya terdiri atas tiga poin. Pertama, mengabulkan permohonan peninjauan kembali persidangan Novanto oleh MKD. Kedua, menyatakan proses persidangan perkara itu tidak memenuhi syarat hukum untuk memberikan putusan etik karena berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUU-XIV/2016 tanggal 7 September 2016, alat bukti rekaman elektronik sebagai alat bukti utama di persidangan MKD adalah tidak sah. Keputusan ketiga, memulihkan harkat serta nama baik Novanto dan pihak lain yang terkait dalam proses persidangan MKD. Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, di Jakarta, Rabu (28/9), mengatakan putusan MK menjadi dasar MKD mengabulkan permohonan peninjauan kembali persidangan Novanto. "Jadi, yang kami tinjau kembali hanya selama proses persidangan. Selama proses itu, dia merasa dicemarkan dan itu yang dipulihkan. Bukan putusan persidangan yang kami tinjau karena MKD tak pernah memutuskan Novanto bersalah," ujarnya. Berbeda Pernyataan Dasco bahwa MKD tak pernah memutuskan Novanto bersalah atau melanggar etika ini, berbeda dengan pernyataan Ketua MKD sebelumnya, Surahman Hidayat. Surahman adalah Ketua MKD saat Novanto diperiksa oleh lembaga itu pada akhir tahun 2015. Pada 14 Januari 2016, Surahman menyatakan, MKD memutuskan bahwa Novanto terbukti melanggar kode etik karena mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden serta menyalahgunakan posisinya untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia. Dalam kasus ini, Novanto dinilai melanggar etika tingkat sedang yang sanksinya tak boleh menjabat pimpinan DPR. Namun, saat putusan ini diambil, Novanto sudah menyatakan mundur dari Ketua DPR (Kompas, 15/1). Terkait keputusan MKD pada Selasa lalu, yang memulihkan nama baik Novanto, beberapa anggota Fraksi Partai Golkar di DPR minta agar Novanto kembali dijadikan Ketua DPR. Hal ini antara lain diminta Ridwan Bae, anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara. Namun, Dasco menegaskan, putusan MKD itu tidak berarti Novanto bisa kembali menjabat Ketua DPR. Pasalnya, keputusan berhenti merupakan keputusan Novanto sendiri, bukan atas dasar sanksi MKD. Selain itu, tidak ada permintaan dari pihak yang mengajukan pemulihan nama baik Novanto untuk mengembalikan dia jadi Ketua DPR. Ditanyakan jika ada permintaan lanjutan agar Novanto menjabat kembali Ketua DPR setelah keluarnya putusan MKD, Sufmi mengatakan hal itu bukan wewenang MKD. Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, pimpinan masih menunggu masuknya surat keputusan dari MKD. Jika surat sudah masuk, pimpinan akan mengadakan rapat pimpinan, disusul rapat konsultasi dengan pimpinan fraksi untuk kemudian dibahas tentang perlu-tidaknya keputusan rehabilitasi itu dibawa ke rapat paripurna. (AGE/APA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 September 2016, di halaman 2 dengan judul "MKD Pulihkan Nama Novanto".