JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi akan menindaklanjuti keterangan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin atas kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada 2011-2012 yang diduga merugikan keuangan negara lebih dari Rp 2 triliun. Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak, mengatakan keterangan para saksi kasus e-KTP akan berguna bagi penyidik. "Ini termasuk keterangan dari Nazaruddin," katanya dalam konferensi pers di gedung KPK, kemarin. Setelah diperiksa penyidik KPK dalam kasus e-KTP dua hari lalu, Nazaruddin mengatakan telah menyampaikan kepada penyidik sejumlah nama pejabat dan bekas pejabat yang diduga terlibat dalam proyek senilai Rp 5,8 triliun itu. "Masalah mark-up tentang proyek e-KTP, uangnya mengalir ke Irman," kata dia. Ketika proyek e-KTP dimulai, Irman menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan bekas Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Mirwan Amir juga disebut Nazaruddin. "Yang mengkoordinasikan pembagian uang itu adalah Setya Novanto, sedangkan Mirwan Amir mengatur di Banggar," katanya. Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pun menjadi sasaran. "Nanti Anas juga akan dipanggil KPK." Menurut catatan Tempo, "nyanyian" Nazaruddin itu belum terbukti benar. Kasus e-KTP yang disidik KPK sejak April 2014 tersebut belum pernah sampai pada pemeriksaan sejumlah orang yang namanya disebut Nazaruddin. Yuyuk Andriati Iskak pun belum dapat memastikan rencana pemanggilan orang-orang itu. "Penyidik masih bekerja. Nanti akan terlihat siapa saja yang akan dipanggil," ucapnya. Kemarin, KPK mengumumkan status tersangka Irman. Menurut Yuyuk, saat menjadi Dirjen Dukcapil, Irman diduga menyalahgunakan wewenang dalam proyek e-KTP. "Ada semacam penggelembungan harga yang dilakukan pejabat-pejabat ini," kata Yuyuk. KPK menjerat Irman dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu dan Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal-pasal itu mengatur soal tindakan melawan hukum yang dilakukan penyelenggara negara dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Seorang penegak hukum di KPK menuturkan, penetapan tersangka Irman ditentukan dalam gelar perkara alias ekspose yang dilakukan Selasa pekan lalu. "Hasilnya, terbit surat perintah penyidikan," kata sumber itu. Adapun Yuyuk memastikan Irman bukan tersangka terakhir kasus e-KTP. "Penyidik menyampaikan masih banyak pihak yang akan digali terkait kasus ini," tutur Yuyuk. Hingga berita ini diturunkan, Irman belum bisa dimintai konfirmasi ihwal penetapan status tersangka terhadapnya. Nomor telepon selulernya tidak aktif. Namun sebelumnya Irman menyatakan tidak mengerti alasan KPK menetapkan dia sebagai tersangka. "Sebagai Dirjen, saya yang meneken surat keputusan pembentukan tim proyek," katanya setelah diperiksa penyidik, Selasa lalu. "Tapi rasanya tidak ada yang salah. Itu pekerjaan dirjen di mana pun." Adapun seorang tersangka lain dalam kasus ini adalah Sugiharto, anak buah Irman yang pernah menjadi Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. MUHAMAD RIZKI