JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan pelanggaran kode etik terkait pembagian kewenangan komisi atas urusan penyertaan modal negara badan usaha milik negara. MKD sejauh ini masih mendalami laporan dugaan pelanggaran yang masuk dan belum memutuskan menindaklanjutinya. Laporan itu masuk hari Kamis (13/10) ke MKD yang dilaporkan oleh 36 anggota Komisi VI dari 10 fraksi yang ada di DPR. Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, mewakili rekan-rekannya menghadap Wakil Ketua MKD dari Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding untuk menyerahkan berkas laporan tersebut. Dalam laporan itu, Ade diduga melakukan dua pelanggaran. Pertama, tidak mengindahkan hasil Sidang Paripurna DPR pertama pada 2014 tentang penetapan mitra kerja BUMN ke Komisi VI. Pimpinan DPR juga diduga memberikan izin kepada Komisi XI untuk mengundang sejumlah perusahaan BUMN demi membicarakan urusan penyertaan modal negara (PMN). Padahal, mitra kerja resmi BUMN adalah Komisi VI. Kedua, lanjut Bowo, pimpinan DPR diduga mengumpulkan sembilan perusahaan BUMN yang mendapat PMN dalam pertemuan tertutup pada 28 September dengan alasan membicarakan kinerja BUMN-BUMN tersebut. Pertemuan itu tak dikomunikasikan ke Komisi VI sebagai mitra kerja resmi BUMN. Padahal, biasanya, jika pimpinan DPR mengundang atau menerima mitra kerja, komisi yang bersangkutan diikutsertakan. "Kami sudah lama menyurati pimpinan DPR terkait hal ini, tetapi tak digubris. Akhirnya, kami putuskan melaporkan ke MKD agar kejadian ini tak terulang lagi di komisi lain," ujar Bowo. Dalam laporannya, 36 anggota Komisi VI mencantumkan sejumlah bukti, seperti surat Deputi Kementerian BUMN terhadap sembilan perusahaan BUMN untuk menghadiri pertemuan di DPR dengan pimpinan DPR pada 28 September 2016. Kedua, surat permintaan izin Komisi XI ke pimpinan DPR untuk memanggil sejumlah perusahaan BUMN membicarakan PMN. Lebih jauh, Bowo mengatakan, pihak yang dijadikan terlapor adalah Ade Komarudin karena sifat pengambilan keputusan di antara pimpinan DPR adalah kolektif kolegial. "Pak Ade adalah Ketua DPR sehingga dia harus bertanggung jawab," ucap Bowo. Tak ingin dipolitisasi Menurut Sudding, MKD masih akan mengadakan rapat pleno untuk membicarakan tindak lanjut atas laporan yang masuk dari 36 anggota Komisi VI itu. Ia menegaskan, tidak semua laporan akan diproses dan ditindaklanjuti oleh MKD. Oleh karena itu, untuk sementara ini, MKD masih akan memverifikasi ulang berkas dan bukti laporan dari Komisi VI. Sudding tidak ingin MKD dijadikan perpanjangan tangan untuk kepentingan politik sejumlah pihak. Khususnya, di tengah wacana rehabilitasi nama baik dan jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR yang akhir-akhir ini menguat setelah direhabilitasinya nama baik Novanto. "Ini yang harus kami dalami baik-baik. Kami tidak mau MKD jadi alat untuk dipolitisasi karena adanya gejolak di internal mereka (Golkar). Setelah didalami, kami akan putuskan," lanjut Sudding. Ade Komarudin belum memberikan tanggapan terkait laporan tersebut. Beberapa kali Ade dilaporkan ke MKD terkait sejumlah persoalan. Namun, laporan tersebut tak ditindaklanjuti MKD. (AGE) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Oktober 2016, di halaman 2 dengan judul "Ade Komarudin Dilaporkan ke MKD".