Penerimaan Pajak di Bawah Target JAKARTA — Sekitar dua bulan menjelang akhir Tahun Anggaran 2016, realisasi penerimaan pajak nonmigas—yang memiliki kontribusi 74% dari total pendapatan negara—baru mencapai 63,9% dari target APBN Perubahan 2016. Dalam data terbaru Ditjen Pajak (DJP), realisasi penerimaan pajak total hingga akhir Oktober mencapai Rp870,95 triliun atau sekitar 64,27% dari target dalam APBNP 2016 senilai Rp1.355,2 triliun. Khusus penerimaan pajak nonmigas mencapai Rp842,98 triliun atau 63,92% dari target Rp1.355,2 triliun. Pada saat membuka rapat pimpinan nasional ke-10 DJP, Senin (7/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku realisasi penerimaan pajak ini masih jauh dari yang diharapkan. Di tengah tantangan yang masih cukup besar, pihaknya meminta agar jajaran DJP tetap berupaya keras mengamankan penerimaan rutin. “Di dalam mengamankan penerimaan rutin maka seluruh kepala kantor harus melihat apa yang pernah dan sudah pernah diterima dari tahun-tahun sebelumnya dari WP [wajib pajak] yang sudah dikenal. Hal itu harusnya kalaupun ada koreksi, benar koreksi yang bisa dipertanggung-jawabkan,” kata Menkeu. Pihaknya meminta agar pemetaan penerimaan rutin terus dilakukan kendati ada beberapa sektor yang mengalami pelemahan. Sri meminta agar Kepala Kanwil dan Kepala KPP mengecek performa penerimaan rutin berdasarkan kondisi faktual ekonomi yang dialami WP. Untuk KPP Pratama dan KPP Madya, mantan Managing Director Bank Dunia ini meminta ada upaya lebih besar karena konsumsi masyarakat masih tumbuh sehat. Apalagi, dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2016 sebesar 5,02%, konsumsi rumah tangga masih tumbuh 5,01%. Pemetaan secara sektoral dan regional, sambungnya, dibutuhkan sebagai bagian dari extra effort. Selain itu, data tersebut juga dikombinasikan dengan kebijakan pengampunan pajak yang masih berlangsung hingga 31 Maret 2017. “Saya tidak ingin kepala kantor tiba-tiba pendapatannya naik, dapat angkanya dari langit. Itu bukan extra effort, namanya nujum. Jadi saya maunya data faktual dari sisi ekonomi makro nasional, regional, bahkan provinsi kalau ada,” tegas Sri. Penggunaan basis data yang tepat dinilai akan menciptakan kepercayaan diri dari dunia usaha. Selain itu, stigma ‘membabi buta’ juga tidak akan ada lagi. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi meng- ungkapkan ada beberapa penerimaan pajak yang memang sangat tergantung pada kondisi perekonomian, seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak pengha- silan (PPh) pasal 22 impor. Dengan perkembangan perekonomian nasional dan global yang ada saat ini, pihaknya mengaku estimasi shortfall, selisih kurang antara realisasi dan target, peneri- maan pajak total Rp216 triliun—seperti outlook yang disampaikan Menkeu sebelumnya—memang tidak terhindarkan. “[Strateginya] seperti biasa, kerja, kerja, kerja! [Estimasi shortfall] masih segitu, belum ada perubahan. Masih ditetapkan sebesar itu,” katanya. Yon Arsal, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP mengatakan kendati masih jauh dari target APBNP 2016, kinerja tahun ini masih lebih baik dari tahun lalu. Realisasi penerimaan pajak nonmigas dan total pada periode yang sama tahun lalu masing-masing 58,24% dan 59,39%. Sejauh ini, realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai dan PPnBM senilai Rp307,27 triliun, terkontraksi hingga 0,68% dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu. (Kurniawan A. Wicaksono)