PERTUMBUHAN EKONOMI Daya Dorong Fiskal dan Investasi Terbatas   JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berharap volume stimulus fiskal dan investasi swasta meningkat pada triwulan IV-2016 sehingga bisa memacu pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun. Namun, kondisi faktual justru menunjukkan bahwa dua sumber pertumbuhan ekonomi tersebut sangat terbatas karena tekanan ekonomi. Guru Besar Tamu Australia National University Chatib Basri saat dihubungi di Singapura, Selasa (8/11), menyatakan, tak mudah bagi pemerintah untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016. Alasannya, stimulus fiskal ataupun investasi swasta sedang tertekan. ”Triwulan IV-2016 sedikit lebih baik, tetapi tidak akan terlalu signifikan. Kalau penerimaan pajak bisa naik signifikan, mungkin pertumbuhannya bisa 5,1 persen sampai 5,2 persen. Namun, jika landai, mungkin hanya 5,0 persen. Jadi, sepanjang tahun pertumbuhannya berkisar 5,0-5,1 persen,” kata Chatib yang menjabat Menteri Keuangan periode 2013-2014. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 adalah 5,02 persen atau lebih lambat ketimbang triwulan sebelumnya sebesar 5,19 persen. Ini disebabkan tiga komponen pertumbuhan ekonomi tumbuh negatif, yakni konsumsi pemerintah yang tumbuh –0,2 persen, ekspor yang tumbuh -3,69 persen, dan impor yang tumbuh -5,13 persen. Sementara investasi hanya tumbuh 2,53 persen atau di bawah pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,55 persen. Adapun konsumsi rumah tangga tumbuh 3,48 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan, pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 agar membaik. Stimulus fiskal dan investasi swasta diharapkan menjadi pemacunya. Tantangannya, menurut Chatib, stimulus fiskal mengalami tekanan karena pertumbuhan realisasi pendapatan negara, terutama pajak, masih sangat landai. Jika dalam dua bulan ke depan tidak ada lonjakan berarti, stimulus fiskal akan sangat terbatas. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, realisasi total penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober adalah Rp 870,95 triliun atau 64,27 persen dari target APBN-P 2016. Kementerian Keuangan memproyeksikan pencapaiannya Rp 219 triliun di bawah target atau Rp 1.099,85 triliun. Sementara soal investasi swasta, Chatib menyatakan, cenderung sama dengan triwulan III-2016. Pertimbangannya, permintaan masyarakat masih lemah. Indikatornya adalah pertumbuhan penyaluran kredit bank sampai dengan September hanya 6,4 persen. Otoritas Jasa Keuangan bahkan memproyeksikan, pertumbuhannya hanya sekitar 7 persen sampai dengan akhir tahun. Implikasinya, swasta masih banyak menahan ekspansi atau investasi. Ini antara lain tecermin dari impor bahan bakupenolong dan barang modal yang turun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor bahan baku-penolong turun 9,8 persen, dari 81,569 juta dollar AS pada Januari-September 2015 menjadi 73.573 juta dollar AS pada Januari September 2016. Pada periode yang sama, impor barang modal juga turun 12,66 persen, dari 18.389 juta dollar AS menjadi 16,061 juta dollar AS. ”Jadi kuncinya sekarang adalah menjaga daya beli rumah tangga sebagai basis pertumbuhan ekonomi. Stimulus fiskal yang terbatas sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan daya beli, dalam hal ini masyarakat miskin,” kata Chatib. Sementara Wakil Presiden M Jusuf Kalla optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2016 akan membaik. Alasannya, pada akhir tahun atau pada kuartal IV-2016 ini, anggaran pemerintah paling banyak ke luar, terutama belanja di sektor publik dan konsumsi rumah tangga juga naik. ”Ya, 5 (persen) itu moderatlah. Artinya tak terlalu tinggi, tetapi juga tak terlalu rendah. Jadi, di dalam kondisi hari ini dengan pelemahan ekonomi dunia, 5 persen itu cukup bagus, moderat,” ujar Wapres di Hotel Shangri-La Jakarta. (NAD/LAS/SON)