PEREKONOMIAN Belum Sesuai Harapan Pertumbuhan kredit perbankan melambat selama tiga bulan berturut-turut. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 yang justru lebih lambat dibandingkan dengan triwulan II-2016. Kredit industri perbankan nasional pada September 2016 tercatat Rp 4.243,9 triliun, hanya tumbuh 6,4 persen selama setahun. Pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada Agustus yang masih 6,8 persen dan Juli yang masih 7,7 persen. Pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui perubahan agregat produk domestik bruto (PDB) berdasarkan harga konstan pada triwulan III-2016 hanya 5,02 persen, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 sebesar 5,18 persen. Kredit masih tumbuh melambat seiring dengan permintaan dari sektor riil yang masih lemah. Tampaknya, pelaku usaha tetap belum sepenuhnya yakin terhadap kondisi perekonomian nasional walaupun pemerintah berkali-kali mencoba meyakinkan pelaku usaha. Program pengampunan pajak merupakan pintu masuk untuk meningkatkan basis data pajak sehingga penerimaan negara dari pajak dan rasio pajak terhadap PDB akan meningkat pada masa depan. Rupanya, pelaku usaha masih tetap melihat perkembangan perekonomian global yang juga tak kunjung membaik, terutama karena faktor moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Amerika Serikat sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia juga masih tumbuh lambat dan belum pulih dari krisis 2008. Setelah era komoditas berakhir dua tahun lalu, Indonesia harus mulai bertumpu pada industri manufaktur. Moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan kelebihan pasokan minyak mentah dunia menyebabkan harga komoditas jatuh. Indonesia sebagai negara penghasil komoditas batubara, minyak sawit mentah, dan karet sangat terpengaruh. Pelambatan pertumbuhan kredit industri memang mengkhawatirkan. Apalagi, pelambatan pertumbuhan kredit itu dipicu lemahnya permintaan dari industri manufaktur. Permintaan kredit modal kerja (KMK) industri manufaktur pada September 2016 hanya Rp 510,9 triliun, turun 2 persen selama setahun. Padahal, pada bulan sebelumnya, permintaan KMK industri manufaktur masih tumbuh 0,8 persen. KMK biasanya digunakan untuk membeli bahan baku dan bahan pendukung. Penurunan permintaan KMK ini mencerminkan penurunan proyeksi permintaan oleh konsumen. Demikian juga dengan permintaan kredit investasi dari industri manufaktur. Pada September, kredit investasi industri manufaktur tercatat Rp 1.067 triliun, hanya tumbuh 3 persen selama setahun. Padahal, bulan sebelumnya, kredit investasi industri manufaktur masih tumbuh 6,2 persen. Penurunan permintaan kredit investasi itu mencerminkan bahwa sebagian besar industri manufaktur kemungkinan akan menahan ekspansi karena melihat prospek ekonomi yang belum pasti. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, realisasi pada triwulan III-2016 juga di bawah harapan karena lebih kecil ketimbang triwulan II-2016. Tahun lalu, tren pertumbuhan ekonomi dari triwulan II-IV naik, sementara tahun ini justru realisasi triwulan III lebih kecil dibandingkan dengan triwulan II. Pelambatan pertumbuhan ekonomi triwulan III terutama dipengaruhi penurunan dari belanja pemerintah yang mencapai 2,97 persen. Walaupun kontribusinya ke perekonomian 8,97 persen, dampak penggandanya besar hingga masyarakat pinggiran. Salah satu cara untuk mendorong ekonomi adalah mendorong konsumsi yang berkontribusi sebesar 55,32 persen terhadap PDB. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana desa sebesar Rp 47 triliun. Hingga 30 September, dana desa sudah tersalurkan sebesar Rp 36,8 triliun. Diharapkan ini akan memberi dampak pada triwulan IV. (A HANDOKO)