JAKARTA, KOMPAS — Rata-rata kehadiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna terus menurun. Tak hanya dalam paripurna, minimnya kehadiran juga kerap terjadi dalam rapat alat kelengkapan DPR. Para anggota parlemen tersebut dinilai telah mencederai mandat rakyat. KOMPAS/LASTI KURNIASuasana sidang paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, pada 2 Juni lalu. Tingkat kehadiran anggota DPR pada rapat paripurna makin turun di setiap masa sidang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kursi yang kosong saat rapat paripurna berlangsung. Berdasarkan pantauan WikiDPR terhadap daftar hadir anggota DPR pada setiap rapat paripurna selama masa sidang ke-1 Tahun 2016-2017, tepatnya antara 16 Agustus dan 28 Oktober 2016, rata-rata kehadiran anggota DPR hanya 41,79 persen. Artinya, hanya 234 anggota dari total 560 anggota DPR yang hadir di setiap rapat. WikiDPR adalah organisasi yang dibentuk sejumlah anak muda untuk memantau kerja DPR. Mereka mengikuti setiap rapat DPR, meliputnya, dan membuat rekam jejak kinerja setiap anggota lalu menyosialisasikannya melalui media sosial. Berdasarkan pantauan itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura tercatat memiliki rata-rata kehadiran tertinggi. Namun, itu pun hanya 50 persen dari total anggota DPR dari Hanura. Sementara tiga fraksi yang terendah tingkat kehadirannya adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (35,9 persen), Fraksi Partai Nasdem (36,11 persen), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (36,17 persen). Tingkat kehadiran anggota DPR pada masa persidangan ini memang menurun jika dibandingkan sebelumnya. Pada masa persidangan ke-5 Tahun 2015-2016, 17 Mei-28 Juli 2016, rata-rata kehadiran di rapat paripurna sekitar 45 persen. Sementara pada masa persidangan ke-3 dan ke-4 pada awal tahun ini, rata-rata kehadiran anggota DPR masih di atas 50 persen, yaitu 53 persen dan 56 persen. Cederai mandat Menurut Deputi Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi, di Jakarta, Kamis (10/11), rendahnya tingkat kehadiran anggota DPR itu telah mencederai mandat yang telah diberikan publik pada anggota DPR. Ini otomatis berpotensi menurunkan kepercayaan publik pada lembaga legislatif. Dia melihat, rendahnya kehadiran pada masa sidang terakhir sangat terkait dengan agenda pemilihan kepala daerah. Hal ini karena anggota DPR juga dibebani tugas dari partai untuk ikut membantu pemenangan calon kepala/wakil kepala daerah yang diusung partai. "Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa anggota DPR lebih mementingkan kepentingan partai daripada memperjuangkan kepentingan rakyat," katanya. Untuk mencegah terus menurunnya tingkat kehadiran, dia berharap partai dan fraksi memahami tugas pokok dan fungsi anggota DPR, kemudian ikut mendorong mereka maksimal dalam menjalankan tugas. "Boleh saja mereka menjalankan tugas dari partai, tetapi tidak kemudian membuat waktu dan tenaga mereka habis untuk partai," kata Hanafi. Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, rendahnya kehadiran itu tidak hanya terjadi di paripurna, tetapi juga di rapat-rapat alat kelengkapan dewan (AKD), seperti komisi dan badan ataupun panitia khusus (pansus) dan panitia kerja (panja) yang dibentuk DPR. "Menurunnya kehadiran ini menjadi kegelisahan bukan hanya publik, melainkan pimpinan DPR dan fraksi-fraksi di DPR. Kami sedang memikirkan jalan keluarnya. Mungkin perlu dipikirkan adanya reward (penghargaan) and punishment (hukuman)," katanya. Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, ketidakhadiran anggota DPR dari Nasdem dalam rapat-rapat di DPR bukan berarti mereka tidak kerja. Sanksi MKD Anggota DPR dari Fraksi Nasdem kerap tidak bisa hadir di paripurna karena jadwal rapat berbenturan dengan tugas dari komisi atau badan tempat anggota bertugas. Begitu pula jadwal rapat di komisi, badan, pansus ataupun panja, yang kerap berbenturan sehingga tak mungkin menghadiri seluruh rapat. Ditambah lagi, jadwal paripurna yang tidak lagi pasti. "Biasanya rutin setiap Selasa. Namun, di masa-masa persidangan terakhir ini, paripurna tidak lagi rutin setiap Selasa, bisa setiap saat. Padahal, bisa saja anggota sudah punya jadwal lain pada saat paripurna akan digelar," dalihnya. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan yang juga anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, melihat hal yang sama. Oleh karena itu, jadwal rapat AKD harus diatur dengan baik sehingga tidak saling berbenturan. Selain itu, Arsul mendorong Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memberikan perhatian khusus. Dia setuju jika MKD memberikan sanksi teguran atau mengumumkan anggota DPR yang tidak hadir saat rapat secara terbuka kepada publik. (APA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 November 2016, di halaman 2 dengan judul "Anggota DPR Makin Malas".