JAKARTA, KOMPAS — Moratorium studi banding anggota DPR ke luar negeri terkait pembahasan undang-undang terus disiasati. Setelah Komisi IV dan Komisi VII DPR berencana ke Maroko lalu Spanyol, Panitia Khusus Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme DPR juga akan ke Inggris. Jika kepergian Komisi IV dan Komisi VII ke Spanyol pada 7-18 November ini dibiayai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, rencana kunjungan Pansus Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan dibiayai oleh Sekretariat Jenderal DPR. Namun, kunjungan kerja ke Inggris itu dibalut dengan istilah kunjungan diplomatik ke Inggris. Ketua Pansus Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafii, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (8/11), mengatakan, ada sekitar 15 orang yang akan berangkat ke Inggris, November ini. Tujuan kepergian itu adalah untuk melakukan studi banding dengan Inggris, yang memiliki sebuah badan pengawas untuk memantau kinerja aparat penegak hukum dan instansi yang terkait dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme. Di Indonesia, pembentukan Dewan Pengawas serupa digagas dalam pembahasan Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ke-15 orang yang berangkat terdiri dari perwakilan 10 fraksi yang ada di pansus dan unsur pimpinan pansus yang terdiri atas 5 orang. Syafii mengatakan, rencana itu bersifat kunjungan diplomatik ke Inggris, bukan studi banding. Pasalnya, studi banding anggota DPR ke luar negeri untuk membahas RUU memang dilarang lewat kesepakatan pimpinan DPR dengan pimpinan tiap fraksi. Kebijakan itu diambil sejak awal tahun ini saat Ade Komarudin menjabat Ketua DPR, demi efisiensi anggaran dan peningkatan produktivitas kinerja legislasi. "Saat membahas beberapa RUU, ke luar negeri jadi kebutuhan agar pemahamannya lebih komprehensif," katanya. Biro Persidangan DPR mencatat, rencana kepergian anggota pansus ke Inggris itu sudah diajukan sejak sebelum DPR memasuki masa reses, 28 Oktober lalu. Namun, rencana itu belum mendapat persetujuan dari pimpinan DPR. Setelah ada izin dari unsur pimpinan, Setjen DPR akan mengalokasikan anggaran dan mencairkannya. Sebelumnya, 25 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi IV dan Komisi VII pergi ke Maroko dan Spanyol. Selain untuk memenuhi agenda utama Konvensi Perubahan Iklim ke-22 dan Protokol Kyoto ke-12, anggota DPR juga meminta perjalanan dilanjutkan ke Spanyol untuk studi banding pembahasan RUU. Biaya kunjungan itu ditanggung KLHK. Menyusul rencana kunjungan kerja itu, beberapa anggota DPR mendesak evaluasi kebijakan pembatasan kunker ke luar negeri (Kompas, 7/11). Dipertahankan Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, pembatasan studi banding ke luar negeri merupakan kesepakatan semua fraksi, bukan hanya pimpinan DPR. Menurut Ade, pembatasan itu sebaiknya dipertahankan. Pasalnya, dengan kebijakan itu, produktivitas kinerja legislasi justru lebih terdorong. Kebijakan itu juga membuat DPR berhasil melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 139 miliar pada tahun ini. "Sampai sekarang semua fraksi masih sepakat dengan kebijakan it, belum ada perubahan. Saya tidak mau mendengar ucapan hanya satu-dua orang, DPR ini ada 10 fraksi," kata Ade. Pernyataan itu disampaikan karena kini ada keinginan sejumlah anggota DPR agar ada evaluasi terhadap pembatasan studi banding ke luar negeri. Alasannya, sudi banding itu diperlukan sebagai penentu kualitas pembahasan sebuah rancangan undang-undang. Menurut Ade, ada banyak permohonan keberangkatan ke luar negeri oleh komisi dan alat kelengkapan Dewan. Namun, pimpinan DPR hanya mengizinkan keberangkatan alat kelengkapan yang berhubungan langsung dengan urusan internasional, seperti Komisi I (urusan luar negeri dan pertahanan), Badan Kerja Sama Antar Parlemen, serta Komisi VIII (terkait penyelenggaraan ibadah haji). Sebenarnya, ada kesempatan melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, yang hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun. Namun, itu hanya bisa dilakukan oleh komisi sehingga Pansus Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme seharusnya tidak bisa berangkat ke Inggris, November ini. "Pansus tidak bisa melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Kesepakatannya memang ada pembatasan," kata Ade. (AGE) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 November 2016, di halaman 2 dengan judul "Penyiasatan Terus Dilakukan".