Pasokan Uang Ditambah Bank Indonesia Juga Dorong Transaksi Nontunai 5 Desember 2016 0 komentar   KUTA, KOMPAS — Bank Indonesia memperluas jaringan distribusi uang untuk memenuhi kebutuhan rupiah, terutama di daerah pinggiran dan perbatasan. Transaksi nontunai juga terus didorong, antara lain untuk penyaluran bantuan sosial dan subsidi pemerintah secara elektronik. Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Farida Peranginangin mengemukakan hal itu dalam Pelatihan Wartawan Bank Indonesia di Kuta, Bali, Sabtu (3/12). Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung juga hadir sebagai pembicara. Farida mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan uang masyarakat, BI menambah 22 kas titipan baru di daerah-daerah yang tidak ada kantor perwakilan BI. Hingga akhir 2016, BI punya 43 kas titipan daerah. "Wilayah perbatasan dan pinggiran akan menjadi perhatian BI guna meningkatkan akses masyarakat terhadap uang rupiah. Kami menitipkannya ke bank daerah dan kantor pos," ujarnya. Pada Oktober 2016, uang kartal yang beredar sebesar Rp 559 triliun, Rp 467,5 triliun beredar di masyarakat dan Rp 91,5 triliun di bank. Peredaran uang logam juga tinggi, mencapai Rp 7,49 triliun. Selain menjaga peredaran uang kartal, BI juga terus mendorong peningkatan transaksi nontunai, antara lain melalui penyaluran bantuan sosial dan subsidi pemerintah secara elektronik, implementasi kota cerdas, e-toll, e-ticketing, uang elektronik, dan e-parking. Dari sisi penggunaan instrumen nontunai, jumlah uang nontunai lebih besar daripada uang kartal. Pada Oktober 2016, transaksi menggunakan kartu kredit sebesar Rp 22,69 triliun, kartu debit Rp 487,18 triliun, serta kliring dan sejenisnya Rp 306,7 triliun. Adapun transaksi nasabah menggunakan real time gross settlement (RTGS) Rp 1.786,8 triliun dan transaksi bank melalui RTGS Rp 3.808 triliun. Pertumbuhan kredit BI optimistis pertumbuhan kredit pada 2017 akan meningkat. Hal itu seiring dengan menggeliatnya perekonomian, kenaikan harga komoditas ekspor, program pengampunan pajak, dan usainya restrukturisasi kredit bermasalah perbankan. Juda Agung mengatakan, BI memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2017 antara 10-12 persen yang ditopang oleh sektor properti, pertambangan, dan perdagangan. Kredit di sektor properti, terutama kredit perumahan rakyat mulai naik tahun ini. Sektor komoditas juga diperkirakan membaik karena harga sejumlah komoditas ekspor meningkat. "Indeks harga komoditas ekspor Indonesia pada akhir 2016 diperkirakan sebesar 3,8 dan pada 2017 sebesar 7,4," kata Juda. Tahun ini, pertumbuhan kredit diproyeksikan sekitar 7-9 persen. Pada Oktober lalu pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,5 persen. (HEN)