JAKARTA, KOMPAS — Tidak sebatas pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat juga diusulkan ditambah untuk menempatkan anggota Fraksi PDI-P. Sebagai partai pemenang Pemilu 2014, PDI-P dinilai layak menduduki jabatan pimpinan di kedua lembaga itu. Isu penambahan pimpinan ini bergulir saat penggantian Ketua DPR dari Ade Komarudin ke Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Rabu (30/11). Rencana penambahan itu semula hanya untuk pimpinan DPR, dari yang semula berjumlah lima orang diusulkan ditambah satu sehingga menjadi enam orang. Kursi tambahan itu untuk Fraksi PDI-P. Namun, Ketua MPR yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/12), mengusulkan agar penambahan pimpinan tidak sebatas di DPR, tetapi juga di MPR. "Saya setuju juga kalau di MPR pimpinan ditambah satu orang untuk PDI-P. Di MPR, ada anggota PDI-P juga yang bagus, seperti Ahmad Basarah (Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P), kenapa tidak?" katanya. Penambahan kursi pimpinan di MPR dan DPR untuk PDI-P, menurut dia, tepat. Pasalnya, sebagai partai pemenang Pemilu 2014, PDI-P layak menjabat pimpinan di kedua lembaga negara itu. Tak semata-mata itu, anggota Fraksi PDI-P di pimpinan DPR dan MPR dinilai bisa mendorong kinerja kedua lembaga itu menjadi lebih baik. Oleh karena itu, Zulkifli mendukung DPR merevisi pasal-pasal yang mengatur jumlah pimpinan di DPR dan MPR di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Tidak hanya Fraksi PAN, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera juga mendukung rencana revisi UU MD3 dengan substansi penambahan kursi pimpinan DPR. Sebelumnya, dalam rapat paripurna, Rabu, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Nasdem juga telah mendukung usulan PDI-P. Revisi menyeluruh Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, pihaknya setuju untuk merevisi UU MD3 asalkan revisi dilakukan secara menyeluruh. "Jangan hanya revisi terbatas untuk bagi-bagi kursi kekuasaan. Revisi ini harus diarah-kan untuk memperkuat institusi parlemen. Kalau hanya demi pasal mendapat kursi pimpinan, itu hal yang memalukan," kata Benny. Sekretaris Fraksi PKS Sukamta juga melihat revisi UU MD3 untuk menambah kursi pimpinan DPR dapat menjamin kondusivitas situasi perpolitikan. Parlemen, ujarnya, tidak perlu menambah panasnya situasi dengan kegaduhan akibat pembagian kursi pimpinan. Dengan penambahan jumlah kursi, jabatan pimpinan yang sekarang diampu Fraksi PKS tidak akan diganggu gugat. "Kondisi nasional saat ini membutuhkan semua pihak untuk lebih tenang. Jadi, penambahan kursi wakil ketua itu lebih baik agar kondusif," katanya. Ia bahkan berharap Ketua DPR Setya Novanto dapat membantu Fraksi PKS mempermudah proses penggantian Wakil Ketua DPR dari Fahri Hamzah kepada Ledia Hanifa. Seperti diketahui, proses penggantian Fahri sudah bergulir sejak awal tahun ini, tetapi terkendala proses gugatan yang bersangkutan di pengadilan. Namun, Novanto mengatakan, keinginan Fraksi PDI-P untuk masuk di kursi pimpinan masih akan menjadi pertimbangan pimpinan DPR. "Masalah pimpinan itu akan dibicarakan dengan pimpinan DPR lain dan fraksi-fraksi di DPR," katanya. Menggantung Meski mayoritas fraksi setuju, permintaan PDI-P untuk menambah satu kursi pimpinan DPR masih menggantung. Pasalnya, revisi UU MD3 belum disepakati masuk dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional 2017. Ada usulan agar RUU tersebut dimasukkan ke dalam daftar RUU kumulatif terbuka di Prolegnas 2017. "RUU MD3 sebaiknya tidak masuk daftar prioritas, tetapi kumulatif terbuka, agar tidak usah mengubah-ubah daftar prolegnas lagi," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo. Penyusunan Prolegnas 2017 yang seharusnya disepakati dalam rapat pengambilan keputusan di Baleg, kemarin, ditunda sampai pekan depan. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, yang awalnya telah hadir, meninggalkan Kompleks Parlemen karena ada keperluan lain yang lebih mendesak. (AGE/APA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Desember 2016, di halaman 2 dengan judul "Mayoritas Fraksi di DPR Setuju".