JAKARTA — Persoalan pembebasan lahan dan pengadaan barang/jasa ternyata masih mewarnai proyek pemerintah, yang kemudian memicu rendahnya penyerapan utang luar negeri. Realisasi penyerapan utang luar negeri pemerintah hingga kuartal II/2016 masih 33,3% dari target tahun anggaran senilai US$2.806,3 juta. Namun, pemerintah berkeyakinan penyerapan bisa mencapai 98% bahkan mencapai 100% hinggaakhir tahun. Penyerapan kuartal II/2016 lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang hanya terserap 21,9%. Pada tahun lalu, penyerapan realisasi utang luar negeri tercatat di level 62,5%. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan realisasi penyerapan utang luar negeri bisa diakibatkan oleh proyek di tingkat kementerian/lembaga yang belum jalan. Dalam laporannya, dia menyatakan beberapa proyek menunjukkan kinerja cukup rendah, Kendala terbesar masih pada persoalan pembebasan lahan dan peng adaan barang/jasa. “Ada 70 proyek dari 155 proyek yang realisasi penyerapan lebih dari 17,5% dan 45 proyek yang kinerja penyerapannya 45%,” ucapnya, Senin (5/12). Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri Tahun 2016 Edisi Kuartal II/2016 menyebutkan instansi Badan Pengusahaan (BP) Batam menunjukkan performa rendah dan cenderung belum memiliki kemajuan. Proyek Pengembangan Sistem Limbah di Pulau Batam masih menunggu persetujuan Kepala BP Batam atas penetapan pemenang paket konstruksi. Selain itu, beberapa proyek lainnya yang penyerapannya masih nol antara lain proyek Pengelolaan Sanitasi dan Limbah Metropolitan di DKI Jakarta yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pembangunan jalur kereta api di Bandung, dan elektrifikasi Padalarang Cicalengka. Proyek lainnya termasuk peningkatan kapasitas jalur kereta api di Jabodetabek fase I oleh Kementerian Perhubungan serta pembangkit tenaga listrik batu bara di Indramayu. KURANG MATANG Deputi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Pendanaan Pembangunan Kennedy Simanjuntak mengatakan kendala proyek pembangunan disebabkan oleh persiapan seperti kurang matangnya desain proyek dan tender yang belum efektif. Dalam laporannya, Bappenas menyoroti proyek yang belum menyerap utang secara efektif atau 0% perlu diberi perhatian khusus sebab nilainya mencapai US$4.470,8 juta atau 27,4% dari total nilai pinjaman. “Kalau pinjaman untuk operasional dampaknya tidak besar. Namun, kalau untuk belanja modal dampaknya besar. Pryek tersebut seharusnya sudah memberikan dampak ke masyarakat jauh-jauh hari, tetapi tertunda,” ucap Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Akbar Suwardi , kepada Bisnis ,kemarin.