JAKARTA, KOMPAS — Mantan anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana, menyarankan pengusaha Yogan Askan menyediakan "pelicin" jika ingin jatah dana alokasi khusus untuk Provinsi Sumatera Barat ditambah di APBN Perubahan 2016. Pelicin akan diarahkan kepada anggota Badan Anggaran DPR. Ihwal "pelicin" itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara suap jatah dana alokasi khusus (DAK) Provinsi Sumatera Barat dengan terdakwa orang kepercayaan Putu, yaitu Suhemi dan Novianti, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (6/12). Putu dihadirkan sebagai saksi bersama dengan Djoni Garyana, Muchlis yang merupakan suami Novianti, dan Ni Luh Putu Sugiani yang merupakan sepupu Putu. "Saya sampaikan, 'silakan Pak Yogan ajukan ke partai Oren saja, selama amunisinya ada'," ujar Putu saat ditanya tim jaksa penuntut umum mengenai imbalan terkait penambahan jatah DAK dari Rp 50 miliar menjadi Rp 100 miliar hingga Rp 150 miliar. "Amunisi ini apa?" tanya jaksa Dzakiyul Fikri "Iya, uang. Saat itu, saya diyakinkan Pak Wihadi bahwa pengajuan sudah disetujui sebesar Rp 50 miliar. Saya sampaikan itu ke Pak Yogan," jawab Putu. Yang dimaksud Wihadi adalah anggota Badan Anggaran dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto. "Lalu ada permintaan tambahan agar bisa menjadi Rp 100 miliar hingga Rp 150 miliar?" tanya Dzakiyul. "Iya, makanya saya bilang, 'komunikasi saja langsung dengan Partai Oren. Partai Gerindra. Saya tahunya ada Rp 1 miliar. Itu untuk Pak Wihadi karena berkaitan dengan APBN-P'. Saya pikir ada sampai ke Pak Wihadi, ternyata tidak," jawab Putu. "Yang sampai hanya Rp 500 juta melalui Saudara?" kejar jaksa Budi Nugraha. "Bukan. Kalau Rp 500 juta itu, saya punya pikiran terkait pembelian tanah atau untuk mendorong saya," kata Putu. Keterangan berbeda Namun, jaksa kurang puas dengan jawaban Putu. Sebab, berdasarkan temuan dan keterangan sejumlah saksi, baik di persidangan maupun di berita acara pemeriksaan (BAP), uang Rp 500 juta tersebut merupakan imbalan karena berhasil melobi penambahan jatah DAK Provinsi Sumbar. Awalnya komisi yang diminta Rp 1 miliar, tetapi Yogan dan sejumlah pengusaha di Sumbar hanya menyanggupi Rp 500 juta. Uang itu ditransfer bertahap ke beberapa rekening milik Ni Luh Putu Sugiani, Muchlis, dan Djoni Garyana. Ni Luh menerima Rp 100 juta pada 25 Juni dan Rp 200 juta pada 27 Juni dengan keterangan "sewa villa". Masih pada 27 Juni, sebesar Rp 50 juta diterima Muchlis dan Rp 150 juta diterima Djoni Garyana. Terkait hal ini, Sugiani mengakui menerima uang tersebut. Namun, menurut perintah Novianti, uang Rp 300 juta itu digunakan untuk membayar media, keperluan golf Putu, dan kebutuhan operasional lembaga swadaya masyarakat milik Putu. Sementara itu, Djoni mengatakan, uang Rp 150 juta itu merupakan tunjangan hari raya dari Putu. Namun, keterangan yang berbeda disampaikan Putu. Menurut dia, uang itu adalah pembayaran utang saat dirinya membeli tanah dan meminjam uang Djoni. Muchlis mengaku tidak tahu adanya transfer dana tersebut ke rekening atas nama dirinya. Sebab, rekening itu digunakan bersama dengan istrinya, Novianti. Saat Ketua Majelis Hakim Hariono menanyakan hal ini kepada Novianti, ia mengakui telah menggunakan rekening itu tanpa sepengetahuan suaminya. (IAN) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Desember 2016, di halaman 4 dengan judul "Putu Minta "Pelicin"".