JAKARTA, KOMPAS — Fraksi PDI-P di Dewan Perwakilan Rakyat memanfaatkan Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memaksa Badan Legislasi DPR merevisi undang-undang. Revisi ini dilakukan untuk memenuhi keinginan PDI-P menambah kursi pimpinan di Majelis Permusyawaratan Rakyat dan DPR. Mahkamah pun telah memutuskan revisi harus dilakukan oleh Badan Legislasi DPR. Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 17 Tahun 2014 yang diubah menjadi UU No 42/2014 tentang MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan DPRD (MD3). Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sarifuddin Sudding, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/12), mengatakan, pekan lalu, Fraksi PDI-P mengadukan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Sareh Wiyono ke MKD karena dinilai lalai saat merevisi UU No 17/2014 menjadi UU No 42/2014. Ia dinilai lalai karena penambahan pimpinan hanya dilakukan untuk alat kelengkapan DPR (AKD) pada revisi terakhir. Sementara pimpinan MPR dan DPR tidak ditambah. Padahal, penambahan seharusnya juga berlaku untuk pimpinan MPR dan DPR. Ini agar pimpinan MPR, DPR, dan AKD mencerminkan perimbangan atau tidak dikuasai oleh kelompok tertentu di DPR. Sebelum UU No 42/2014 lahir, pimpinan DPR dan AKD dikuasai oleh koalisi fraksi pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilu Presiden 2014 atau dikenal dengan nama Koalisi Merah Putih. Atas pengaduan itu, Sudding melanjutkan, MKD telah bersidang, 9 Desember lalu, termasuk mengundang pimpinan Baleg DPR. MKD pun bahkan telah mengambil putusan, yaitu memerintahkan Baleg untuk melakukan revisi terbatas terhadap UU MD3. Revisi dilakukan terkait pasal yang mengatur jumlah pimpinan MPR dan DPR, dengan menambah satu kursi pimpinan di MPR dan DPR. Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengakui telah menerima putusan MKD. Dalam putusan disebutkan, revisi harus dimasukkan dalam prolegnas prioritas tambahan tahun 2016 atau prolegnas prioritas tahun 2017. "Kami sudah rapat dan memutuskan bisa masuk di perubahan Prolegnas 2016 atau masuk di Prolegnas 2017. Selanjutnya, kami menunggu pembahasan di Badan Musyawarah DPR," ujarnya. (APA/AGE) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2016, di halaman 2 dengan judul "PDI-P Manfaatkan MKD".