JAKARTA, KOMPAS — Keinginan Fraksi PDI-P di DPR agar penambahan satu jumlah pimpinan di MPR dan DPR terwujud sebelum DPR memasuki masa reses, tidak bisa terlaksana. Penambahan jumlah pimpinan DPR dan MPR ini kemungkinan baru direalisasikan paling lambat awal tahun depan. Meski demikian, fraksi-fraksi di DPR saat rapat paripurna DPR, di Jakarta, Kamis (15/12), sepakat menggunakan masa reses DPR untuk memproses penambahan jumlah pimpinan tersebut. Saat masa reses DPR yang dimulai hari ini (16/12) hingga 9 Januari 2017, akan ada rapat Badan Legislasi DPR untuk proses sinkronisasi dan harmonisasi revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 yang diubah dengan UU No 42/2014 tentang MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD (MD3). Setelah proses ini tuntas, hasilnya akan dibawa ke rapat pimpinan DPR dan Badan Musyawarah (Bamus) DPR (terdiri atas pimpinan fraksi dan pimpinan alat-alat kelengkapan DPR). Kedua rapat ini pun akan digelar saat masa reses. Jika hasil disepakati di dalam rapat tersebut, baru akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk dijadikan rancangan undang-undang inisiatif DPR. Untuk diketahui, ada dua pasal di UU MD3 yang harus direvisi untuk menambah satu jumlah pimpinan di MPR dan DPR. Kedua pasal itu, Pasal 15 Ayat 1 yang mengatur jumlah pimpinan MPR dan Pasal 84 Ayat 1 terkait jumlah pimpinan DPR. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memimpin rapat paripurna DPR, kemarin, mengatakan penggunaan masa reses untuk memproses revisi terbatas UU MD3 itu, disepakati fraksi-fraksi di DPR saat lobi perwakilan fraksi di sela-sela rapat paripurna. Lobi berlangsung sekitar 15 menit. Lobi dilakukan setelah ada permintaan dari Anggota DPR dari Fraksi PDI-P DPR Ario Bimo, untuk membahas tindak lanjut dari revisi UU MD3. Dalam rapat paripurna, revisi juga disepakati untuk masuk dalam perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Itu berarti, tidak menutup kemungkinan revisi diproses dan dituntaskan tahun 2016. Namun, menurut Fahri, hal itu tidak memungkinkan. Aturan perundang-undangan telah menegaskan revisi UU harus melalui sejumlah tahapan. Tahapan itu, harmonisasi dan sinkronisasi di Baleg DPR, tahapan pengesahan revisi menjadi RUU inisiatif DPR di paripurna, kemudian tahapan pembahasan RUU dengan pemerintah, baru terakhir disahkan di paripurna. Selain itu, revisi tidak bisa dilakukan sendiri oleh DPR, harus melibatkan pemerintah. "Presiden harus mengeluarkan surat presiden, mengutus kementerian yang membahas revisi dengan DPR. Kemudian harus ada persetujuan presiden," ujar Fahri. Lagipula masa persidangan DPR telah ditutup, kemarin, dan rapat paripurna DPR tidak memungkinkan digelar saat reses. Dengan demikian, yang bisa dilakukan untuk mempercepat proses revisi UU MD3, hanyalah rapat Baleg DPR untuk harmonisasi dan sinkronisasi revisi UU MD3 kemudian hasilnya dibawa ke rapat pimpinan dan Bamus DPR, saat masa reses. "Barulah hasilnya dibawa ke rapat paripurna setelah masa reses yang, menurut rencana, digelar tanggal 10 Januari 2017, untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR," tambahnya. Memahami prosedur Wakil Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR Utut Adianto bisa memahami prosedur yang harus dilalui untuk merevisi UU MD3. "Kita tidak boleh melanggar mekanisme yang ada," katanya. Menurut dia, yang terpenting, pada akhirnya penambahan jumlah pimpinan bisa direalisasikan untuk mengakomodasi anggota Fraksi PDI-P. "Kita berada di sana (di pimpinan MPR dan DPR) bukan untuk mengejar kekuasaan. Kita ini berpartai untuk menjaga jalannya republik ini benar. Jadi, kalau kita ada di sana (pimpinan MPR dan DPR), kita bisa menjaga agenda-agenda yang sepatutnya (untuk negara) dan yang tidak," ujarnya. Sekalipun wacana yang berkembang hanya revisi terbatas pada UU MD3 khususnya pasal jumlah pimpinan MPR dan DPR, tetapi ada fraksi yang meminta revisi dilakukan menyeluruh. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Mulyadi, saat rapat paripurna, misalnya, meminta agar revisi tidak terbatas pada pasal pimpinan MPR dan DPR. "Kalau hanya revisi pasal penambahan kursi pimpinan, rasanya kurang tepat. Sebab, masih banyak kelemahan di revisi UU MD3. Salah satunya, kurang efektifnya fungsi pengawasan. Kelemahan-kelemahan yang ada harusnya sekaligus ikut diperbaiki saat revisi," tambahnya. (APA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Desember 2016, di halaman 5 dengan judul "Keinginan PDI-P Belum Terwujud".