Tampaknya baru kali ini dalam sejarah Indonesia Ketua DPR dan seorang pemimpin DPR melakukan tindakan yang mengakibatkan kontroversi di masyarakat. Tindakan Ketua DPR itu memang tak lazim, yakni menghadiri kampanye calon Presiden AS, dalam hal ini Donald Trump dari Partai Republik. Ini suatu tindakan yang semestinya sudah diperhitungkan oleh tokoh sekaliber Ketua DPR menyangkut implikasi politis-etisnya di Indonesia. Seperti diketahui, sepulang dari perjalanan dinas ke Amerika Serikat, pimpinan DPR mengadakan jumpa pers di ruang wartawan, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin lalu. Hadir dalam konferensi pers ini Ketua DPR Setya Novanto; Wakil Ketua DPR Fadli Zon; Ketua BURT Roem Kono; dan anggota Komisi IV, Robert Joppy Kardinal. Keempatnya ikut dalam perjalanan dinas ke AS pada 30 Agustus-12 September 2015. Fadli Zon merinci rangkaian agenda mereka di AS, dari sidang ketua parlemen sedunia di New York. Saat itu, Novanto berpidato tentang reformasi PBB serta menjadi panelis dalam diskusi tentang peran DPR sebagai bentuk pengawasan terhadap pemerintah. Berlanjut ke pertemuan dengan Trump, Fadli Zon mengungkapkan jalannya pertemuan yang santai dan pembicaraan soal investasi. Dalam pertemuan itu, ada pula sesi selfie dan tanda tangan buku. Ia menegaskan ini merupakan bagian dari tugas diplomasi DPR. Lalu sampailah pada jumpa pers yang kemudian menjadi kontroversi. Novanto diperkenalkan sebagai Ketua DPR oleh Trump dan ditanya apakah masyarakat Indonesia menyukainya. "Masa Ketua (Novanto) jawab tidak? Orang mau investasi di Indonesia, kita harus suka," kata Fadli, seperti diberitakan sebuah media daring. Yang jelas, kasus Setya-Trump ini masih menjadi pembicaraan publik dan akan dibahas oleh Mahkamah Kehormatan DPR. Ini pelajaran mahal bagi pimpinan DPR agar mereka selalu ingat akan tugas utamanya sebagai pimpinan DPR. Muhammad Bekasi