JAKARTA, KOMPAS — Kasus seperti kehadiran Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dalam jumpa pers politik bakal calon presiden Amerika Serikat Donald Trump jangan sampai terjadi lagi. Guna mencegah terulangnya peristiwa serupa, kasus itu harus diuji sampai tuntas, tidak hanya dengan peraturan internal DPR seperti peraturan tata tertib dan kode etik, tetapi juga undang-undang. Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Tommy A Legowo, Kamis (10/9), di Jakarta, mengatakan, kehadiran dalam jumpa pers politik Donald Trump membuat pimpinan DPR bernuansa memberikan keberpihakan pada ideologi politik tertentu. Padahal, jabatan sebagai pimpinan DPR menuntut kepatutan pada konstitusi. Pada saat yang sama, menurut Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia, kehadiran sejumlah unsur pimpinan DPR di acara Donald Trump itu merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap DPR. Sementara itu, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang mengatakan, pihaknya akan meminta klarifikasi dari Presiden Direktur MNC Group Hary Tanoesoedibjo sebagai pihak yang ditengarai memfasilitasi pertemuan antara Setya dan Donald Trump pada 3 September itu. "Fungsi dasar anggota DPR ada tiga, yaitu pengawasan, legislasi, dan anggaran. Melakukan pertemuan dengan investor untuk mendorong investasi, menurut saya, bukan bagian dari fungsi Dewan," lanjutnya. Informasi terkait keterlibatan Hary Tanoe sebagai fasilitator pertemuan diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya. Ia menuturkan, pertemuan itu difasilitasi Hary Tanoe yang bermitra bisnis dengan Trump. Tujuan pertemuan itu adalah untuk kepentingan nasional, antara lain mendorong investasi di Indonesia (Kompas, 10/9). Investor Direktur Korporasi MNC Group Syafril Nasution juga mengatakan, pertemuan antara Setya dan Trump itu untuk kepentingan nasional. Saat ini, Indonesia membutuhkan banyak kerja sama dengan investor asing, salah satunya Donald Trump. "Apa salahnya kalau kita menggandeng Trump? Jangan permasalahkan siapa yang membawa atau memfasilitasi pertemuan (Setya-Trump) itu. Yang penting, tujuannya untuk bangsa dan rakyat Indonesia," ujarnya. Syafril menjelaskan, MNC Group dan Hary Tanoe tidak pernah membawa-bawa pejabat negara dan politisi tertentu untuk menarik investor bekerja sama. "Kami selalu bertindak atas kemampuan sendiri. Kemarin itu kebetulan saja Ketua DPR ada di Amerika. Saya tidak tahu sejauh mana pengaturan pertemuan itu, tetapi memang Pak Hary Tanoe sangat dekat dengan Donald Trump," tambahnya. Ia meminta agar Hary Tanoe dan MNC Group tidak ditarik-tarik dalam urusan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Setya dan anggota DPR lainnya yang hadir dalam jumpa pers politik Donald Trump, termasuk dipanggil MKD untuk dimintai klarifikasi. "Ini masalah internal DPR. Apakah melanggar secara kode etik atau tidak, kami bukan orang dalam lingkungan DPR. Saya tidak mengerti kenapa pihak swasta dilibatkan," katanya. Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia Ahmad Rofiq menambahkan, dalam pertemuan Setya dengan Trump itu, Hary Tanoe yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia tidak menitipkan urusan bisnis pribadinya. Hary Tanoe sudah menjalin hubungan bisnis dengan Trump jauh sebelum Trump terjun ke dunia politik. (AGE/NTA/OSA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2015, di halaman 2 dengan judul "Penuntasan Pengusutan Amat Dibutuhkan".