JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan mengusut dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan dua unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto dan Fadli Zon, karena menghadiri acara yang digelar bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Langkah itu diambil MKD tanpa menunggu aduan. KOMPAS/HERU SRI KUMOROAnggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Sarifudin Sudding (kedua dari kanan), bertemu anggota DPR, di antaranya Adian Napitupulu, Akbar Faizal, dan Amir Uskara, yang akan menyerahkan berkas laporan dugaan pelanggaran etik pimpinan DPR saat bertemu Donald Trump di Amerika Serikat, Senin (7/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta. Keputusan untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik kedua unsur pimpinan DPR itu diambil dalam rapat pleno MKD yang digelar tertutup di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/9). Rapat itu dipimpin Ketua MKD Surahman Hidayat. "Kami menduga ada hal yang dilanggar secara kode etik. Oleh karena itu, MKD memutuskan memproses dugaan pelanggaran ini tanpa pengaduan," kata Surahman seusai rapat pleno. Menanggapi langkah MKD ini, Setya Novanto, melalui keterangan pers yang dikirim Senin malam, menyampaikan apresiasi. Menurut dia, MKD telah menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Kode Etik dan Peraturan Tata Beracara DPR. "Kami berharap MKD bekerja profesional tanpa intervensi kepentingan pragmatis dari pihak-pihak tertentu," ujar Setya yang merasa kehadirannya bersama Fadli dalam jumpa pers Donald Trump tidak melanggar Kode Etik DPR. Namun, anggota MKD, Sarifudin Sudding, menduga, dua unsur pimpinan DPR itu melanggar Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik, terutama mengenai integritas. Pada Pasal 3 Ayat 1 disebutkan, anggota DPR harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR, baik di dalam gedung maupun di luar gedung DPR. Kemarin, delapan anggota DPR mengadukan Setya dan Fadli ke MKD. Empat pengadu dari Fraksi PDI-P adalah Adian Yunus Yusak Napitupulu, Charles Honoris, Diah Pitaloka, dan Budiman Sudjatmiko. Empat lainnya adalah Maman Imanulhaq (F-PKB), Amir Uskara (F-PPP), Akbar Faizal (F-Partai Nasdem), dan Inas Nasrullah Zubir (F-Partai Hanura). Mereka meminta MKD memproses pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Setya dan Fadli. Selain melanggar sumpah jabatan, keduanya juga dianggap melanggar pasal berlapis. Pasal itu di antaranya Pasal 292 Peraturan Tata Tertib DPR serta Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 6 Peraturan Kode Etik. Maman menjelaskan, langkah dua unsur pimpinan DPR itu sudah merendahkan martabat bangsa, terutama DPR. Padahal, semua anggota DPR diwajibkan untuk menjaga marwah dan martabat lembaga. Akbar menambahkan, tidak ada permasalahan personal dalam pengaduan itu. "Kami hanya ingin menegakkan aturan. Kami tidak mempersoalkan Setya dan Fadli secara personal," kata Akbar. Pengaduan itu, menurut Surahman, semakin memperkuat keputusan MKD untuk menangani perkara dugaan pelanggaran kode etik oleh dua unsur pimpinan DPR itu. Dalam waktu dekat, MKD akan meminta klarifikasi kepada Setya dan Fadli serta meminta keterangan dari sejumlah saksi. (NTA/B06) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 September 2015, di halaman 2 dengan judul "Pengusutan Tak Tunggu Aduan".