JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat merupakan kemenangan dari rakyat yang menghendaki DPR bermoral dan berintegritas. Peristiwa ini juga menjadi peringatan bagi seluruh wakil rakyat untuk jangan pernah mempermainkan mandat rakyat yang mereka wakili. Surat pengunduran diri Novanto sebagai Ketua DPR dibacakan oleh Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad, Rabu (16/12) malam. Dasco menyebutkan menerima surat itu langsung dari Novanto. Pengunduran diri Novanto itu langsung menjadi perbincangan publik. Pada pukul 21.15, kata kunci "Setya Novanto" menjadi topik terhangat Twitter di Indonesia. Kata kunci itu menggantikan beberapa kata kunci dan tagar yang sempat masuk dalam 10 besar topik terhangat Twitter di Indonesia. Sebelum Dasco membacakan surat pengunduran diri Novanto, 17 anggota MKD telah membacakan sikap dalam perkara dugaan pelanggaran etika oleh Novanto. Sepuluh anggota MKD menyatakan Novanto melakukan pelanggaran tingkat sedang dan tujuh anggota MKD menyatakan pelanggaran tingkat berat. Mereka yang menyatakan Novanto melakukan pelanggaran tingkat berat masing-masing 1 orang dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan PDI-P, 2 orang dari Fraksi Partai Gerindra, dan 3 orang dari Fraksi Partai Golkar. Jika MKD menyatakan Novanto melakukan pelanggaran tingkat sedang, Novanto harus mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Namun, jika dinyatakan melakukan pelanggaran tingkat berat, Pasal 148 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang telah disempurnakan menjadi UU No 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyatakan, MKD harus membentuk tim panel yang sebagian anggotanya dari unsur masyarakat. Jika dalam pengusutannya tim panel menyatakan pelanggaran berat itu terbukti, Novanto diberhentikan dari keanggotaannya di DPR. Namun, jika tak terbukti, namanya dipulihkan. Anggota MKD dari Fraksi Partai Amanat Nasional, A Bakri, mengatakan, pemberian putusan kategori berat menunjukkan adanya upaya untuk mengulur waktu terhadap pengambilan keputusan di MKD. "Dengan putusan sedang, Novanto dicopot dari jabatannya. Dengan pembentukan tim panel, justru akan panjang lagi bahasannya. MKD berpotensi terintervensi lagi," katanya. Sebelum sidang MKD dibuka, kemarin keluar surat keputusan pimpinan DPR yang ditandatangani Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Surat itu menyatakan, anggota MKD dari Fraksi Nasdem, Akbar Faizal, diberhentikan dari keanggotaannya di MKD dan tidak berhak mengikuti sidang. Pasalnya, Akbar menjadi terlapor setelah dilaporkan anggota MKD dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Bae, atas tuduhan membocorkan informasi sidang tertutup MKD kepada publik, Senin (15/12). Pada Selasa, Akbar juga telah melaporkan Ridwan dan dua anggota dari Fraksi Partai Golkar lainnya dengan tuduhan melanggar etika karena menghadiri jumpa pers Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat pekan lalu. Namun, hingga kemarin tak ada tanggapan dari pimpinan DPR terhadap surat pengaduan dari Akbar. Sejarah Setelah Sufmi Dasco membacakan surat pengunduran diri Novanto, Ketua MKD Surahman Hidayat mengatakan memutuskan Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR sejak kemarin dan sidang MKD ditutup. Tidak ada penjelasan bagaimana putusan MKD terhadap dugaan pelanggaran etika oleh Novanto. Mundurnya Novanto ini disambut publik pengguna internet (netizen) dengan berbagai komentar. Pemilik akun @dianparamita mencuit, "Apakah Anda sadar? Kita membuat sejarah hebat hari ini! Bahwa sekuat atau sekaya apapun seseorang, tak akan mengalahkan kekuatan rakyat!". Pemilik akun @AbdurrachmanS26 mencuit, "Akhirnya mulai hari ini kader golkar SN resmi mundur dari jabatan ketua DPR-RI periode 2014-2019, Alhamdulillah..". Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai keputusan Novanto untuk mundur dari Ketua DPR merupakan langkah yang baik. "Masalah politiknya selesai di DPR, soal ada masalah hukum itu soal lain," kata Wapres. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden Joko Widodo terus memperhatikan proses di MKD. Menurut dia, harapan dan keinginan publik telah dapat diterjemahkan dan ditangkap secara baik oleh MKD. Mundurnya Novanto diharapkan dapat makin mengoptimalkan kinerja DPR. Selama dipimpin Novanto, dari segi pencapaian target legislasi, DPR baru mengesahkan dua RUU dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 dan satu RUU di luar Prolegnas Prioritas. Saat ini, DPR masih memiliki tunggakan 37 RUU yang belum selesai dibahas pada 2015. Pencapaian DPR hingga tahun keduanya ini lebih rendah dibandingkan pencapaian DPR periode 2009-2014 pada saat yang sama. Sepanjang 2010, DPR mengesahkan 8 RUU dari 70 RUU yang merupakan daftar Prolegnas Prioritas 2010. Pergantian Dengan mundurnya Novanto dari Ketua DPR, saat ini terjadi kekosongan kursi Ketua DPR. Pasal 87 Ayat (1) UU No 17/2014 menyatakan, pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Sementara itu, Pasal 88 menyatakan, ketentuan mengenai tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib. Terkait hal itu, berdasarkan Pasal 46 Ayat (2) Peraturan DPR No 1/2014 tentang Tata Tertib, dalam hal penggantian pimpinan DPR tidak dilakukan secara keseluruhan, salah seorang unsur pimpinan DPR meminta nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR yang berhenti ke partai politik yang bersangkutan melalui fraksi. Melihat ketentuan itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Fadel Muhammad mengatakan, hari ini partainya akan melakukan rapat internal untuk membicarakan pengganti Novanto. "Partai akan mengikuti syarat dan kriteria yang pernah ditetapkan dalam Rapimnas Partai Golkar 2015. Sosok ketua DPR dilihat dari perolehan suaranya saat pileg, pengalamannya sebagai fungsionaris partai, serta merupakan anggota DPR. Terakhir, semua ini menjadi hak prerogatif Pak Aburizal," kata Fadel. Ada beberapa anggota DPR dari Golkar yang disebut akan menggantikan Novanto. Mereka antara lain Fadel Muhammad, Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin, dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Aziz Syamsuddin. "Saya juga bisa karena perolehan suara saya (saat pileg) tertinggi. Namun, semua akan kami serahkan kepada Pak Aburizal," ujarnya. Surat mundur Setelah sidang MKD, Sufmi Dasco mengatakan, Novanto menyerahkan langsung surat pengunduran dirinya tertanggal 16 Desember 2015 yang ditandatangani di atas meterai Rp 6.000. Dasco menceritakan, dirinya dipanggil Novanto sekitar pukul 19.45 di salah satu ruangan di Gedung Nusantara III Kompleks DPR/MPR. Saat itu, sidang MKD sedang diskors. Dalam pertemuan itu, Novanto menyampaikan surat pengunduran dirinya. "Saya titip surat pengunduran diri saya, saya berbesar hati mundur untuk kepentingan negara yang lebih besar," ujar Dasco menirukan pernyataan Novanto kepadanya dalam pertemuan itu. Dalam pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Novanto menyatakan mundur setelah melihat perkembangan di MKD dan suasana kebatinan rakyat. Anggota MKD, Sarifuddin Sudding, mengatakan, saat sidang MKD dimulai kembali pukul 20.15 dan sikap Ketua MKD Surahman serta Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir telah dibacakan, MKD sebenarnya sudah dalam posisi menentukan pelanggaran etika yang dilakukan Novanto. Namun, hal itu kemudian dihentikan setelah Dasco membawa surat pengunduran diri Novanto. Menurut Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, sebagian besar anggota MKD sudah dalam posisi menyebutkan Novanto melakukan pelanggaran kategori sedang. Dengan pelanggaran itu pun, konsekuensinya Novanto harus mundur. "Kemudian ketika Novanto mengajukan surat pengunduran diri, artinya senapas dengan sikap sebagian besar anggota MKD. Jadi tidak terlalu masalah. Saya mengapresiasi pengunduran diri itu karena bagian dari etika dan ini lembaga etika (MKD). Jadi, keputusan Novanto harus kita hargai," ujarnya. Dasco mengatakan, seluruh anggota MKD mengapresiasi surat pengunduran diri itu. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, MKD menyetujui menghentikan sidang dan menerima pengunduran diri Novanto. (AGE/NTA/APA/GAL/WHY/NDY/RYO) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Desember 2015, di halaman 1 dengan judul "Kemenangan Suara Rakyat".