REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akhirnya memutus perkara dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), Rabu (16/12). Dalam pembacaan sidang yang digelar secara terbuka, mayoritas majelis hakim MKD menjatuhkan vonis berupa sanksi sedang pada Setnov. Dari 17 majelis hakim MKD, sebanyak 10 hakim menjatuhkan vonis sanksi sedang karena menganggap Setnov terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik. Ia melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid. Dalam pertemuan tersebut, berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, Setnov terbukti juga melakukan pembicaraan seputar perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Hal itu dianggap menyalahi kewenangan sebagai anggota DPR karena mencampuri urusan eksekutif. Hakim MKD yang memutus sanksi sedang Setnov, adalah Guntur Sasono, Darizal Bazir (Demokrat), Junimart Girsang, Riska Mariska (PDIP), Ahmad Bakri, Sukiman (PAN), Maman Imanulhaq (PKB), Viktor Laiskodat (Nasdem), Syarifuddin Sudding (Hanura) dan Surahman Hidayat (PKS). (MKD Terima Surat Pengunduran Diri Setya Novanto). “Saya berkesimpulan, bahwa terdapat pasal yang dilanggar teradu, yaitu ada pelanggaran sumpah jabatan, jadi  telah terbukti secara sah dan meyakinkan, Setya Novanto  telah melakukan pelanggaran etik sedang,” kata anggota MKD dari fraksi Hanura, Syarifuddin Sudding di sidang MKD, Rabu (16/12). Sudding menjelaskan, ada beberapa hal yang diduga dilakukan oleh Setnov. Pertama, ada dugaan pelanggaran kode etik dengan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam pembicaraan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid. Dua, SN terbukti mengajak pengusaha Riza dalam pembicaraan seputar perpanjangan kontrak karya Freeport. Kemudian, Setnov memberikan persetujuan baik langsung ataupun tidak langsung dari pembicaraan soal perpanjangan kontrak karya Freeport bersama Maroef Sjamsoeddin dan Riza Chalid. Padahal, Setya Novanto pernah mendapat sanksi ringan dari perkara pelanggaran kode etik. Jadi, di pelanggaran kedua ini, Setnov mendapatkan sanksi sedang dan harus diberhentikan dari posisi Ketua DPR RI. Hal ini sesuai dengan pasal 87 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).