SEPERTI sudah diprediksi, keterangan Luhut Pandjaitan di depan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, kemarin, tak punya arti bagi penuntasan dugaan pelanggaran etik dalam kasus `papa minta saham'.Namun, bukan berarti posisi Menko Polhukam ini dalam skandal besar itu lantas boleh dinafikan begitu saja. Dalam megaskandal yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto tersebut, Luhut memang bukan main actor. Ia sementara hanya menjadi pelengkap kisah memalukan dan memilukan itu. Ia bukan subjek, tapi namanya paling kerap disebut dalam perbincangan antara Novanto, taipan minyak M Riza Chalid, dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Pada percakapan di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, 8 Juni 2015 yang rekamannya tersebar luas tersebut, nama Luhut 66 kali disebut. Oleh Novanto dan Riza Chalid, ia ditempatkan sebagai sosok amat penting, sosok yang bisa menjembatani dengan Presiden dan Wapres untuk mendapatkan saham PT Freeport Indonesia dan PLTA Urumuka, Papua. Atas dasar itulah, Luhut dimintai keterangan oleh MKD. Namun, seperti yang diperkirakan sebelumnya, sidang untuk menggali kesaksian Luhut itu tak lebih dari sekadar basa-basi. Amat sedikit pertanyaan tajam yang dilontarkan `yang mulia' kepada Luhut.Dari gesture, sebagian besar pimpinan dan anggota MKD bahkan berada di bawah tekanan. Luhut berada di atas angin. Jawaban-jawabannya mementahkan banyak pertanyaan mahkamah. Intinya, ia tak tahu-menahu pemufakatan jahat tersebut meski namanya paling banyak disebut. Amat jelas bahwa MKD lemah atau sengaja melemahkan diri kala memeriksa Luhut. Hanya sedikit `yang mulia' yang bersemangat menggunakan momentum itu untuk membuka tabir `papa minta saham' dan peran Luhut sebenarnya dalam kongkalikong tersebut. Upaya itu pun tak mudah karena pemimpin sidang, yakni Sufmi Das co Ahmad dari Fraksi Partai Gerindra, justru menjadi `pelindung' Luhut. Ia beberapa kali merintangi anggota MKD untuk mengajukan pertanyaan kritis dan tajam. Itulah fakta di MKD yang memang tak lagi me nyisakan stok kepercayaan rakyat. Sidang dengan agenda pemeriksaan terhadap Luhut, selain tak menghasilkan apa-apa, bahkan menjadi arena bagi sebagian `yang mulia' untuk menyerang Menteri ESDM Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin dan sebaliknya, membela Novanto. Sekali lagi, rakyat disuguhi tabiat yang tak patut oleh para penjaga kemuliaan wakil rakyat. Sekali lagi, rakyat perlu menyuarakan bahwa keper cayaan kepada MKD sudah ludes. Sekali lagi, rakyat menyerukan hanya jalur hukum yang pantas menjadi sandaran penuntasan perkara tersebut. Jika pada peradilan etika di MKD sulit bagi kita untuk mendapati kemauan dan keberani an para `yang mulia' menegakkan kemuliaan dewan demi keadilan publik, di peradilan pidanalah keadilan itu kita harapkan akan datang. Karena itu, kita mendorong Kejaksaan Agung bergerak lebih cepat dalam mengusut kasus tersebut, termasuk meminta keterangan Novanto dan Luhut. Di tangan hukum, kepada rakyat akan diperlihatkan apakah Novanto dan Riza Chalid memang terlibat dalam pencatutan nama presiden dan wapres sehingga perlu diganjar hukuman atau tidak. Di tangan hukum, kepada rakyat akan ditunjukkan apakah Luhut hanya korban pencatutan atau ia sebenarnya juga bagian dari pemufakatan jahat itu.