Taji Mahkamah Kehormatan Dewan diuji Senin ini. Apakah MKD bisa dan mampu menghadirkan pengusaha Muhammad Riza Chalid? MKD memanggil Riza bersama dengan Luhut Pandjaitan yang namanya disebut-sebut dalam rekaman. Panggilan terhadap Riza merupakan panggilan kedua. Sejauh ini belum ada konfirmasi apakah Riza akan hadir atau tidak. Riza dikabarkan sudah meninggalkan Indonesia. Kemampuan MKD dan aparat penegak hukum menghadirkan Riza merupakan pertaruhan bangsa. Keterangan Riza penting—lebih penting daripada yang lain—karena dia adalah pelaku aktif dalam percakapan Ketua DPR Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Keterangan Riza akan memperkuat pembuktian ada-tidaknya pelanggaran etika yang dilakukan Novanto. Itu harus menjadi fokus MKD. Percakapan Novanto, politisi Partai Golkar dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, Riza, dan Maroef yang mengatur rencana perpanjangan kontrak Freeport Indonesia telah membuat marah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebagaimana terdengar dalam rekaman percakapan itu, Riza yang diajak Novanto menemui Maroef aktif mengatur pembicaraan soal perpanjangan kontrak Freeport, termasuk membicarakan soal saham. Kini, taji MKD diuji. Langkah MKD selama ini kontroversial dan menunjukkan keberpihakan membela sesama kolega. Terakhir, tiga anggota MKD dari Partai Golkar, yakni Kahar Muzakir (Wakil Ketua MKD), Ridwan Bae (anggota), dan Adies Kadir, menghadiri jumpa pers Luhut Pandjaitan. Padahal, Luhut yang menjadi obyek percakapan akan diperiksa MKD hari Senin ini. Menjadi pertanyaan, akankah MKD memeriksa tokoh lain yang dibicarakan? MKD bisa dilihat menyimpang sebagai penjaga marwah DPR. Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 yang ditandatangani Ketua DPR Setya Novanto menyebutkan, ”Anggota MKD harus bersikap independen dan bebas dari pengaruh fraksinya atau pihak lain dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya”. Pada ayat berikutnya ditulis, ”Anggota, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan DPR dilarang melakukan intervensi terhadap putusan MKD”. MKD sepertinya telah kehilangan independensi dan mencoreng wajahnya sendiri. Ketika perasaan publik terganggu, mayoritas anggota DPR justru tenang-tenang saja. Kepercayaan kepada MKD bisa pulih seandainya MKD bisa menghadirkan Riza dan menjatuhkan putusan yang sesuai dengan rasionalitas dan nurani publik. Jika harapan itu tak lagi bisa terwujud, MKD akan kehilangan kehormatannya pula. Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Menguji Taji MKD".