JAKARTA, KOMPAS — Kasus pelanggaran etik yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto akan diputus pada pekan ini. Selain untuk menjamin kepastian hukum, data dan keterangan yang didapat Mahkamah Kehormatan Dewan dinilai sudah cukup lengkap. Hal itu diungkapkan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), M Prakosa, dan anggota MKD dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), A Bakri, saat dihubungi secara terpisah, Minggu (13/12). "Targetnya sebelum masa sidang ini berakhir, sudah diambil kesimpulan dari seluruh proses ini," kata Prakosa. Masa Sidang II Tahun Sidang 2015-2016 akan berakhir Jumat (18/12). Prakosa menjelaskan, keterangan pengusaha M Riza Chalid dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang akan didengar dalam sidang MKD, Senin (14/12), hanya dibutuhkan sebagai pelengkap. Itu karena tanpa keterangan dari Riza dan Luhut pun, MKD sudah bisa mengambil kesimpulan apakah Novanto melanggar kode etik atau tidak. Oleh karena itu, ia memperkirakan tak akan banyak pertanyaan. "Saya kira tidak akan banyak pertanyaan karena sudah cukup dari pengadu, teradu, dan saksi. Kemarin juga sudah dibahas panjang lebar, sudah didalami, sehingga besok (hari ini) tinggal klarifikasi saja," tutur Prakosa. Menurut Bakri, hingga Minggu petang, baru Luhut yang dipastikan akan hadir dalam sidang MKD. Sementara Riza belum ada kepastian. MKD, lanjutnya, sebenarnya bisa memanggil paksa Riza. Namun, jika itu dilakukan dan tetap gagal menghadirkan Riza, MKD tetap akan mengambil kesimpulan atau keputusan. "Kalaupun tetap tidak hadir, kami tetap akan mengambil keputusan. Targetnya sebelum reses karena harus ada kepastian untuk kasus ini," katanya. Kendati sudah cukup bukti, baik Prakosa maupun Bakri belum bersedia menyampaikan penilaian mereka mengenai ada atau tidaknya pelanggaran etika yang dilakukan Novanto. Keputusan soal itu akan diambil dalam rapat pleno MKD, pekan ini. Berbeda dengan Prakosa dan Bakri, anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem, Akbar Faizal, sudah dapat menyimpulkan adanya pelanggaran etika yang dilakukan Novanto. "Bukti sudah lebih dari cukup, memang ada pelanggaran etika," katanya. Menurut dia, Novanto telah menyalahgunakan wewenang yang dimiliki sebagai Ketua DPR untuk memenuhi kepentingan diri sendiri dan orang lain. Novanto mengajak Riza menemui Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (FI) Maroef Sjamsuddin yang tengah bernegosiasi dengan pemerintah untuk memperpanjang kontrak karya. Bahkan dalam rekaman pembicaraan diketahui ada permintaan saham 20 persen kepada PT Freeport Indonesia. Sementara itu, kehadiran tiga anggota MKD dalam jumpa pers Luhut, Jumat lalu, dipertanyakan anggota MKD dan juga anggota DPR yang lain. Bukti pertemuan Kejaksaan Agung terus melanjutkan penyelidikan tentang kasus dugaan pemufakatan jahat dan percobaan korupsi dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Arminsyah mengatakan, pihaknya akan memeriksa sekretaris Novanto sebagai saksi pada hari ini. Pemeriksaan dilakukan untuk mengonfirmasi adanya pertemuan 8 Juni 2015 antara Novanto, Riza, dan Maroef Sjamsoeddin, misalnya terkait pemesanan tempat (pertemuan) dan lainnya. Sebelumnya, Kamis (10/12) malam, jaksa penyidik mendatangi Hotel Ritz Carlton, Jakarta Pusat, untuk meminta salinan rekaman kamera pemantau di hotel yang diduga menjadi lokasi pertemuan tiga orang tersebut. "Kami bukan menggeledah, tetapi meminta info terkait pertemuan itu, misalnya dengan bukti makan dan minum," kata Jaksa Agung HM Prasetyo. (NTA/SAN) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2015, di halaman 2 dengan judul "Putusan MKD Pekan Ini".