Kerja DPR belum menunjukkan hasil yang maksimal sebab masih minim undang-undang yang dihasilkan. "Pimpinan DPR mainkan jabatan untuk kepentingan pribadinya ketimbang menjadi leader di DPR." Lucius Karus Formappi PIMPINAN DPR dinilai telah menyandera fungsi legislasi dan menghambat target kinerja dewan. Dugaan pelanggaran kode etik yang melekat pada Ketua DPR Setya Novanto dijadikan ‘peluru’ untuk mengulur waktu pembahasan dan pengesahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Penilaian itu berdasarkan polemik yang muncul dalam persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus dugaan pencatutan kepala negara yang melibatkan Novanto, kader Partai Golkar. Pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus ber pendapat tertundanya Rapat Paripurna DPR pengesahan perubahan program legislasi nasional pada Selasa (8/12) berkaitan dengan polemik kasus pelanggar an kode etik Novanto yang berproses di MKD. Pasalnya, saat itu rapat paripurna hanya dipim pin Fahri Hamzah, sedangkan empat pemimpin DPR lainnya, termasuk Ketua DPR Setya Novanto, tidak hadir. “Pimpinan DPR memainkan jabatan untuk kepentingan pribadi ketimbang menjadi leader di DPR, melakukan konsolidasi mendo rong kinerja dewan,” ujar Lucius di Jakarta, kemarin. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo justru melihat ada kesengajaan pimpinan DPR mengulur-ngulur waktu untuk menggelar rapat paripurna. Salah satu agenda rapat paripurna ialah mengesahkan rancangan UU Tax Amnesty yang menjadi usul pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah berkepentingan agar RUU Tax Amnesty segera dibahas dan di undangkan untuk mendorong penerimaan negara dari pajak. “Saya menduga pimpinan DPR lagi memainkan ‘politik saling kunci’ yang tidak terpuji itu. Sa ya tidak tahu apa maksud dan tu juannya. Yang pasti, cara-cara seperti itu jelas mencerminka n kepemimpinan yang tidak bertang gung jawab dan menghambat kerja legislasi DPR,” tegas Lucius. Ia juga menjelaskan, sebelumnya rapat Badan Musyawarah (Ba mus) dibatalkan beberapa kali tanpa alasan jelas dari pimpinan dewan. Padahal, perlu ada pembahasan mengenai kelanjutan rancangan UU KPK yang kini menjadi inisiatif usul DPR serta RUU Tax Amnesty untuk disetujui dalam rapat paripurna. Tentunya, hal itu menghambat kinerja legislasi DPR. Pun, bisa berdampak pada efektivitas fungsi pengawasan dan anggaran,“ katanya di Jakarta, kemarin. Dewi yang juga tergabung dalam Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berharap anggota DPR bisa menjalankan fungsi me reka dengan profesional.Jumlah anggota DPR cukup banyak, mencapai 557 orang. Lagi pula, setiap komisi mempunyai bagian dan tanggung jawab dalam merumuskan UU. “Mudah-mudahan SDM di DPR itu bisa membagi dirinya dengan baik. MKD jalan tanpa menganggu prolegnas (program legislasi nasional). Jangan nanti dipakai alasan bahwa gara-gara MKD, pembahasan prolegnas 2015 tidak selesai,“ katanya. Meski begitu, Dewi mengingatkan, pembahasan UU mesti dengan hati dan kepala yang dingin dan betul-betul melibatkan stakeholder,“ ucapnya. (Wib/X-10) indriyani@mediaindonesia.com   EMAIL indriyani@mediaindonesia.com