PROSES revisi UU MD3 yang saat ini tengah dilakukan DPR dinilai salah kaprah. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus berpendapat revisi terbatas yang hanya ditujukan untuk menambah kursi pimpinan di MPR, DPR, dan MKD sebagai tradisi politik yang buruk. "Revisi UU MD3 yang hanya untuk menambah kursi bagi parpol adalah suatu tradisi politik yang buruk dan menunjukkan DPR telah dikuasai untuk mengakomodasi kepentingan parpol," ujar Lucius saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Senin (2/1). Ia menyebut mulusnya pembahasan revisi UU MD3 yang dinisiasi PDIP tidak lepas dari rentetan kompromi sejak Setya Novanto dengan mudah bisa diterima kembali menjadi Ketua DPR. Kompromi yang sangat pragmatis itu menjadi sinyal terus melemahnya fungsi kontrol DPR terhadap pemerintah. "DPR akan kembali menjalankan praktek sebagai rubber stamp bagi kebijakan pemerintah," tukasnya. Lucius menilai, jika DPR benar-benar ingin melakukan revisi UU MD3, maka lebih baik revisi itu dilakukan untuk pembahasan yang lebih luas dan tidak dalam waktu singkat. Revisi seharusnya untuk memperkuat kinerja DPR dari segi tata kerja, mekanisme persidangan, ataupun reses. "Tidak ada korelasi antara jumlah pimpinan dan kinerja DPR. Karena itu tidak ada alasan kuat untuk revisi hanya demi menambah kursi pimpinan," tukasnya. "Kalau UU diubah terus menerus, DPR juga akan menjadi lembaga yang ringkih, yang lembek dan mudah dikontrol oleh kekuasaan," jelasnya Untuk itu, kata dia, fraksi-fraksi lain harus mengambil sikap mengkritisi usulan revisi itu seperti yang dilakukan NasDem agar wajah DPR tidak menjadi seragam dan tanpa dinamika. Fraksi-fraksi di DPR masih bisa menolak dalam proses pembahasan UU MD3 sampai pengambilan keputusan di paripurna. "Fraksi-fraksi lain jangan mau sekedar menjadi alat dari fraksi yang mengejar kekuasaan di parlemen," pungkasnya. (X-12) - See more at: http://mediaindonesia.com/news/read/85557/revisi-uu-md3-jalan-dpr-jadi-tukang-stempel/2017-01-02#sthash.cgzlP5sA.dpuf