JAKARTA - Gagasan merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) jadi melebar. Awalnya, perubahan tersebut akan dilakukan secara terbatas, seperti pasal penambahan satu pemimpin DPR dan MPR, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan, dan penguatan peran Badan Legislatif. Kali ini dua partai mengincar posisi strategis di dua lembaga. Pertama adalah kursi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang dibidik oleh Partai Gerindra. "Kalau mau adil, kami harus dapat. Kami belum punya (pimpinan di MPR)," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, kemarin. Fadli melanjutkan, pertimbangan partainya untuk meminta posisi itu karena jumlah pemimpin MPR tidak boleh genap. Selama ini, wacana revisi UU MD3 adalah menambah satu kursi anggota pimpinan untuk PDI Perjuangan, dari lima menjadi enam pemimpin. Menurut Fadli, dengan jumlah enam pemimpin, tidak mungkin akan dihasilkan sebuah keputusan. "Kalau voting, bisa tiga sama tiga. Makanya, harus ganjil," ujarnya Partai selanjutnya adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Politikus PKB, Lukman Eddy, mengatakan pihaknya harus mendapatkan kursi di pimpinan DPR karena merupakan salah satu partai pemenang Pemilu 2014. Saat itu PKB mendapat peringkat keenam dengan jumlah suara 11,2 juta pemilih. "Revisi merupakan satu kesempatan, dan kami pasti tertarik," ujarnya. Selain itu, DPD ikut meramaikan revisi UU MD3. Anggota DPD, Asri Anas, mengatakan para senator juga menginginkan penambahan satu kursi pimpinan di MPR dan penguatan lembaga sesuai dengan putusan Mahkamah Konsitusi 2015 lalu, seperti kemandirian menyusun anggaran dan membahas rancangan undang-undang. "Ini pasti alot," ujarnya. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Andreas Pareira, mengatakan lebih baik semuanya kembali ke perjanjian awal. Apalagi, kata dia, enam pemimpin pun bisa menghasilkan suatu keputusan. "Kan musyawarah mufakat," ujarnya. HUSSEIN ABRI DONGORAN