DPR Evaluasi Penyertaan Modal Rp 44,48 Triliun untuk 27 BUMN JAKARTA, KOMPAS — Pagu penyertaan modal negara Rp 44,48 triliun untuk 27 badan usaha milik negara pada APBN 2016 berpeluang dipangkas atau dibatalkan. Kemungkinan ini muncul karena komisi terkait di DPR akan mengevaluasi ulang alokasi bagi masing-masing instansi. "Dalam pembahasan, penyertaan modal negara bisa diputuskan untuk dipotong atau dibatalkan sama sekali. Yang jelas, tidak boleh bertambah anggarannya," kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Senin (20/6). Rapat kerja membahas penyertaan modal negara (PMN) dalam konteks RAPBN Perubahan 2016. Targetnya, Rancangan Undang-Undang tentang APBN Perubahan 2016 dapat disahkan pada Rapat Paripurna DPR pada 28 Juni. Kepada Kompas, beberapa waktu lalu, Bambang menyatakan, pembahasan substansi dan persetujuan tentang PMN pada RAPBN-P 2016 hanya sebatas tambahan PMN yang belum termasuk APBN 2016. Dengan demikian, PMN yang dibahas ini hanya sebatas tambahan untuk PT PLN senilai Rp 13,56 triliun dan PMN untuk BPJS Kesehatan Rp 6,83 triliun. Adapun soal PMN yang telah disepakati pada APBN 2016, menurut Bambang, pembahasan berkaitan dengan pencairannya. Alasannya, alokasi PMN sudah disetujui pada APBN 2016. Hal ini mengacu pada keputusan Rapat Paripurna DPR saat mengesahkan RUU tentang APBN 2016, tahun lalu. Saat itu diputuskan, khusus untuk pencairan PMN ditunda sampai ada pembahasan di komisi terkait pembahasan RAPBN-P 2016. Pemerintah dan DPR sepakat mengalokasikan PMN Rp 44,48 triliun bagi 27 BUMN pada APBN 2016. Sebanyak 23 BUMN mendapatkan alokasi PMN Rp 34,32 triliun, di antaranya instansi di bawah Kementerian BUMN. BUMN lain yang mendapatkan PMN ada di bawah Kementerian Keuangan. Panitia kerja Rapat Kerja Komisi VI DPR dan Menteri Keuangan, Senin malam, memutuskan, pembahasan PMN, baik yang sudah dialokasikan pada APBN 2016 maupun tambahan pada RAPBN-P 2016, akan dibahas lagi di tingkat panitia kerja. Pimpinan BUMN penerima PMN dijadwalkan hadir dalam pembahasan tersebut pada Selasa (21/6) dan Rabu (22/6). Sementara itu, Komisi XI DPR sebagai mitra Kementerian Keuangan tidak mempersoalkan alokasi PMN di bawah Kementerian Keuangan yang telah disepakati dalam APBN 2016. Namun, pembahasan PMN untuk BPJS Kesehatan yang baru muncul pada RAPBN-P 2016 akan dibahas di tingkat panitia kerja. "Pagu anggaran biar diputuskan Badan Anggaran. Namun, soal pencairannya harus melalui persetujuan Komisi XI," kata Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmadi Noor Supit. Kurang efektif Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Roy Salam berpendapat, tidak salah jika DPR ingin mengevaluasi ulang PMN. Meski demikian, dari sisi waktu menjadi kurang efektif. Ia menyarankan DPR sebaiknya tidak membahas mulai dari nol lagi. Akan tetapi, jika pembahasan menjadi substansial dan cakupannya menjadi menyeluruh, menurut Roy, tidak masalah sepanjang dilakukan untuk memastikan tujuan PMN benar-benar tercapai. Ia mengkhawatirkan evaluasi ulang tersebut merupakan upaya terkait kepentingan tertentu dari fraksi dan anggota parlemen. "Pembahasan PMN tidak terlepas dari tarik-menarik kepentingan. Patut diduga ada kepentingan fraksi dan anggota yang cenderung menyusup ke dalam PMN. Bisa jadi evaluasi ini terjadi karena pembagian belum merata di antara fraksi atau anggota komisi," kata Roy. (LAS)