PT PLN (persero) mengusulkan tambahan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp13,56 triliun. Sebelumnya, PMN untuk PLN diusulkan sebesar Rp10 triliun dalam APBN 2016 sehingga total PMN untuk perusahaan itu diproyeksikan mencapai Rp23,56 triliun. Usul tambahan PMN kepada PLN itu dibahas dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, yang menggantikan Menteri BUMN Rini Soemarno, dan sejumlah direksi BUMN penerima PMN, di Gedung DPR, kemarin. Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan total PMN tersebut untuk membiayai proyek-proyek kelistrikan yang tidak atau kurang layak (feasible) secara ekonomis. Selain itu, hal tersebut untuk menjaga arus kas perusahaan sebagai impak timbulnya kewajiban pembayaran pajak sejalan dengan program revaluasi aset PLN pada 2015. “Injeksi ekuitas tunai itu akan memberi tambahan sumber dana internal, memperbaiki neraca, serta meningkatkan kemampuan pendanaan untuk membiayai infrastruktur listrik,” kata Sofyan. Lebih lanjut dijelaskan, PLN akan mengalokasikan dana PMN total Rp23,56 triliun itu antara lain untuk keperluan program distribusi transmisi dan gardu induk Rp7,5 triliun, serta pembangunan trafo Rp5 tri liun. Program pembangunan pembangkit dialokasikan untuk PLTGU Tanjung Priok, PLTGU Muara Karang, PLTGU Lombok, PLTG dan PLTD, dan pembangkit di pulau-pulau terdepan. Berbeda pendapat, anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika mengungkapkan PMN untuk menggantikan pajak revaluasi aset PLN seja tinya perlu dipertimbangkan jika disalurkan pada 2016. “Banyak program PLN yang masih perlu pendalaman dan kejelasan, dan memang tidak tepat kalau diberi PMN sekarang,” ujar dia. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berkukuh pengajuan pencairan dan tambahan alokasi PMN tetap tidak memengaruhi defisit fiskal.“PMN itu kan below the line, bukan belanja melainkan investasi. Kalau belanja itu duit dikeluarin terus habis, kalau investasi kita punya kepemilikan atas aset itu,“ ujar Bambang. Secara total usul PMN pada 2016 mencapai Rp34,31 triliun untuk 23 BUMN. Rp31,75 triliun dalam bentuk tunai dan Rp2,56 triliun nontunai.Banggar keliru Di sisi lain, keputusan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang tidak mengabulkan penambahan alokasi anggaran subsidi listrik dalam revisi APBN-P 2016 dinilai tidak realistis. “Penghitungan Banggar keliru, maka keputusan mereka jadi tidak realistis,” cetus pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa saat dihubungi, kemarin. Sebelumnya, selain tidak mengabulkan usul pemerintah menaikkan anggaran ke Rp57,18 triliun dari alokasi subsidi listrik di APBN-P 2016 Rp38,38 triliun, keputusan itu turut diiringi permintaan agar pencabutan subsidi listrik 900 VA dari pelanggan yang tidak berhak ditunda tahun depan, serta tetap tidak ada penaikan tarif dasar listrik (TDL) sampai akhir tahun. Fabby menegaskan penaikan TDL merupakan konsekuensi dari tidak dinaikkannya anggaran subsidi listrik. “Subsidi pada dasarnya menutupi selisih rata-rata tarif dengan biaya produksi. Kalau Banggar tidak menyetujui kenaikan anggaran subsidi, selisihnya semakin besar. Harusnya diberikan kesempatan untuk menaikkan (TDL),“ kata Fabby. (Tes/ Ant/E-1) nuriman @mediaindonesia.com