JAKARTA, KOMPAS — RUU Sistem Perbukuan dan RUU Pemajuan Kebudayaan disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Kamis (27/4). Kedua produk legislasi ini diharapkan mampu mendorong kemajuan bangsa dalam literasi dan budaya. Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya mengatakan, RUU Sistem Perbukuan mengusung semangat mewujudkan buku yang murah, bermutu, dan merata. Hal ini bertujuan mendukung budaya literasi bangsa. Untuk itu, diperlukan penyelenggaraan tata kelola perbukuan yang dipertanggungjawabkan melalui pengaturan sistem perbukuan yang sistematis, menyeluruh, dan terpadu. Sejumlah aktivis dan pengamat budaya hadir pada sidang Paripurna dengan mengenakan beragam pakaian daerah, untuk menyaksikan salah satu agenda sidang yaitu pengesahan RUU Pemajuan Kebudayaan, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/4). Selain pengesahan RUU pemajuan Kebudayaan, sidang paripurna DPR mengesahkan dua RUU lainnya yaitu RUU pengesahan persetujuan pemerintah RI-Filipina tentang ZEE 2014 dan RUU tentang Sistem Perbukuan. Dalam rapat tersebut tidak disinggung mengenai usulan hak angket KPK yang digulirkan Komisi III DPR. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai pengesahan mengatakan, penumbuhkembangan budaya literasi masyarakat merupakan salah satu substansi utama yang ingin dicapai melalui UU Sistem Perbukuan. “Memiliki budaya literasi yang baik merupakan salah satu ciri bangsa yang cerdas dan masyarakat mampu memaknai dan memanfaatkan informasi secara kritis untuk meningkatkan kualitas hidup. Budaya literasi dapat didorong melalui ketersediaan buku bermutu, murah atau terjangkau, dan merata,” kata Muhadjir. Adapun pokok-pokok yang diatur dalam UU adalah menjamin ketersediaan buku bermutu, murah, dan merata, baik buku umum maupun buku pendidikan. Undang-undang ini juga menjamin penerbitan buku bermutu dan pengawasan buku yang beredar; menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi pelaku perbukuan. Selain itu, memberikan jaminan kepada peluang tumbuh dan berkembangnya dunia perbukuan nasional. Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Pusat Rosidayati Rozalina mengatakan, UU perbukuan lebih condong mengatur buku pendidikan di sekolah. Penerbit masih menunggu peluang untuk kembali terlibat secara kreatif-inovatif dalam penerbitan buku-buku teks dan pendamping. “Pemerintah harus optimal mendorong supaya pelaku perbukuan bergairah menghasilkan buku-buku bermutu. Termasuk pula membantu menghapuskan beragam hambatan dalam menyediakan buku yang murah atau terjangkau, tanpa merugikan penerbit dan pelaku perbukuan lainnya,” ujar Rosidayati. Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud Awaluddin Tjalla mengatakan, terkait buku di sekolah, pemerintah menjamin ketersediaan buku teks utama. Untuk ini, Puskurbuk membuat naskahnya. Kebudayaan Terkait RUU Pemajuan Kebudayaan, Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya mengatakan, RUU ini mengandung substansi strategis serta bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan dan peradaban bangsa. Menteri Muhadjir mengatakan, kebudayaan tidak hanya tarian atau tradisi, tetapi juga nilai luhur yang diwariskan turun-temurun hingga membentuk karakter bangsa. “Kebudayaan telah menjadi akar dari pendidikan kita. Karena itu, RUU Pemajuan Kebudayaan perlu menekankan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan agar budaya Indonesia tumbuh tangguh,” ujarnya. (ELN/*)