DINAS KESEHATAN KABUPATEN ASMAT Anak balita mengalami gizi buruk di Agats, Papua.   JAKARTA, KOMPAS — Indonesia belum keluar dari masalah gizi buruk dengan menempati posisi keempat terbesar di dunia. Padahal, anak dengan gizi buruk mengalami gangguan perkembangan fisik dan kecerdasan. Karena itu, asupan gizi perlu diberikan di masa kehamilan dan 1.000 hari pertama kehidupan.   Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo atau FKUI-RSCM Damayanti Rusli Sjarif mengatakan, di Indonesia 7,8 juta dari 23 juta anak berusia di bawah lima tahun atau balita menderita stunting atau bertubuh pendek. Itu berarti angka stunting mencapai 35,6 persen. Gizi buruk jadi masalah karena asupan gizi kurang dan salah memilih sumber gizi bagi anak. ”Kurangnya gizi jadi ancaman serius karena masa depan Indonesia di tangan mereka,” kata Damayanti pada peringatan Hari Gizi Nasional 2018: Mewujudkan Indonesia Emas 2045, No Malnutrisi, No Obesitas di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Selasa (23/1). Diskusi itu juga menghadirkan tiga pembicara lain, yakni anggota Komisi IX DPR, Siti Masrifah; Ketua Pengurus Harian Muslimat Nahdlatul Ulama Nur Hayati; dan Ketua III Pimpinan Pusat Nahdlatul Ulama Mursyidah Thahir. Damayanti memaparkan, soal gizi buruk bisa menghambat perkembangan fisik anak dan memicu kerusakan otak yang tak dapat diperbaiki. Sekitar 25 persen dari jumlah total bayi bergizi buruk akan memiliki kecerdasan intelektual 51-70 pada usia 40 tahun. Adapun 40 persen dari bayi bergizi buruk akan mempunyai kecerdasan intelektual 71-90 di usia 40 tahun. ”Dalam arti, kemampuan kognitif seseorang yang pernah mengalami gizi buruk akan berkurang 10 persen. Itu terjadi karena jaringan otak tidak tumbuh sempurna,” ujarnya. Pencegahan Untuk itu, pencegahan stunting mesti dilakukan sejak masa kehamilan dan 1.000 hari pertama kehidupan bayi. Saat kelahiran, para ibu dianjurkan mendapat asupan protein hewani dan tablet penambah darah untuk mencegah anemia. Seusai melahirkan, proses menyusui harus dengan asupan makanan bergizi. ”Zat gizi utama ada dalam ASI (air susu ibu),” ujarnya. Selain itu, makanan pendamping ASI berperan penting dalam tumbuh kembang anak balita. Makanan pendamping ASI itu harus memenuhi beberapa zat gizi penting, antara lain protein, vitamin A, dan zat besi. ”Jadi, tidak bisa cuma dikasih buah-buahan. Harus dikasih makanan lengkap gizi,” ujarnya. Pengajar pada Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Dodik Briawan, menambahkan, pemberian asupan gizi kepada anak harus cukup. Tujuannya agar anak tidak mengalami gizi kurang. Namun, jika asupan gizi berlebihan, hal itu bisa memicu obesitas atau kegemukan pada anak. Asupan gula, natrium, dan lemak pada anak dianjurkan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak, serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Jadi, dalam sehari setiap orang harus mendapat asupan gula 50 gram, natrium 2 gram, dan lemak 67 gram. ”Orangtua harus paham betul kebutuhan nutrisi dan pola gizi seimbang. Anak juga harus rutin ditimbang di puskesmas. Jadi, saat ibu mengetahui gizi anak kurang, hal itu bisa langsung ditangani,” ujarnya. (DD18)