AGATS, KOMPAS — Selvana Tayapo (2), penderita gizi buruk disertai komplikasi infeksi paru, meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Minggu (28/1) pukul 07.00. Dengan demikian, jumlah anak yang meninggal akibat gizi buruk dan campak sejak September 2017 hingga 28 Januari 2018 mencapai 71 orang. ”Pasien anak perempuan itu berasal dari Kampung Kaemo, Distrik Siret,” kata Direktur RSUD Agats Richard Mirino, Minggu. Anak balita ini dibawa ke RSUD Agats dari kampungnya pada Sabtu (20/1). Namun, karena saat itu RSUD Agats penuh, ia ditempatkan di aula Gereja GPI bersama pasien lain dengan tetap diberikan perawatan. Rabu (24/1) pukul 16.00, Selvana dipindahkan ke RSUD Agats karena kondisinya memerlukan perawatan intensif.   English Version: Another Infant Has Died in Agats ”Saat berada di RSUD Agats, pasien justru dibawa orangtuanya keluar dari rumah sakit. Tidak diketahui ke mana mereka pergi, tetapi kemungkinan besar kembali ke kampung. Mereka takut saat anaknya menggunakan selang oksigen. Mereka khawatir selang oksigen akan membuat kondisi anaknya memburuk. Mereka akhirnya meninggalkan rumah sakit,” ujar Richard. Sabtu (27/1) pukul 19.30, anak balita itu dibawa lagi ke rumah sakit dalam kondisi yang lebih buruk. Saat tiba di UGD RSUD Agats, Selvana tak sadarkan diri sehingga langsung ditempatkan di ruangan HCU untuk dirawat secara intensif. Kondisi Selvana terus memburuk sehingga pada Minggu pukul 07.00 ia meninggal. Jenazah Selvana sudah dibawa ke kampungnya menggunakan perahu cepat. ”Kami meminta para pasien agar tak meminta pulang sebelum kondisi pulih karena akan berakibat buruk bagi pasien. Mereka sering takut saat dipasang selang oksigen. Padahal, oksigen itu dipasang justru demi keselamatan mereka,” kata Richard. Saat ini masih ada 6 penderita gizi buruk yang dirawat di aula RSUD Agats. Lalu, di ruang anak ada 10 pasien penderita gizi buruk dan 6 penderita campak. Ada pula 3 penderita gizi buruk masih dirawat di ruangan HCU RSUD Agats. Sementara itu, yang berada di aula Gereja GPI dalam fase pemulihan, yakni 44 penderita gizi buruk dan 3 penderita gizi kurang. Sisir kampung Satuan Tugas Kesehatan Kejadian Luar Biasa Campak dan Gizi Buruk Asmat, Minggu, memberangkatkan 130 relawan terpadu dari TNI, Polri, Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah Kabupaten Asmat untuk menyisir 28 kampung. Menurut Komandan Satgas Kesehatan TNI KLB Asmat Brigjen (TNI) Asep Setia Gunawan, ini merupakan tim kedua. Tim pertama diberangkatkan pada 16 Januari dan sudah kembali pada 24 Januari. ”Tim kedua ini berangkat ke kampung-kampung yang belum disisir sebelumnya. Target kami, mereka di sana selama lima hari. Tugas mereka, mencari apakah ada penderita campak dan gizi buruk serta penyakit lain yang memerlukan pertolongan dari tim,” tutur Asep. Pada tim ini juga terdapat dokter serta dilengkapi obat dan vaksin. Obat yang dibawa disesuaikan dengan kebutuhan selama tim menyisir wilayah-wilayah yang menjadi sasaran. Universitas Gadjah Mada juga mengirim tim yang tergabung dalam Disaster Response Unit (Deru) Agats. Tim terdiri atas tujuh orang, dipimpin Sekretaris Direktorat Pengabdian Masyarakat UGM Rachmawan Budiarto serta Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat Nanung Agus Fitriyanto. Dihubungi dari Yogyakarta, Minggu, Rachmawan mengatakan, pengiriman tim Deru UGM ini terdiri atas dua gelombang, yakni Rabu dan Kamis pekan lalu. ”Kami sekaligus menyiapkan tim UGM selanjutnya dengan jumlah lebih besar untuk program multidisiplin jangka menengah,” ujarnya. Tim ini juga memasang sistem sel surya 200 Wp (watt peak) di puskesmas setempat guna menunjang pengoperasian layanan kesehatan. Di Timika, Ketua Bidang Respons Emergency Masyarakat, Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP), Darwin Rumbiak mengingatkan, hasil observasi lapangan tim UP2KP menunjukkan hanya tiga daerah yang alokasi bidang kesehatan dari dana otonomi khusus (otsus)-nya mencapai 15 persen, selebihnya tidak sampai 15 persen. Ketiga daerah itu adalah Kota dan Kabupaten Jayapura serta Kabupaten Sarmi. ”Dana otonomi khusus untuk kesehatan banyak yang dipakai untuk kepentingan lain oleh pemerintah daerah,” kata Darwin. Darwin mencontohkan, di Kabupaten Mimika, dana otsus kesehatan dipakai untuk sektor pendidikan, di Kabupaten Nduga dipakai untuk sektor pariwisata, dan di Asmat dialihkan untuk infrastruktur. Darwin menjelaskan, proporsi dana otsus Papua adalah 80:20, yakni 80 persen untuk provinsi dan 20 persen untuk kabupaten/kota. Besaran nominal alokasi 15 persen itu per kabupaten/kota rata-rata Rp 7 miliar. Kepala Dinas Kesehatan Papua Aloysius Giyai mengakui, implementasi alokasi 15 persen dana otsus untuk kesehatan di kabupaten/kota belum sesuai harapan. (ESA/SIG/EDN/ADH)