SOE, KOMPAS — Herlince Takaeb (26), ibu muda asal Oelbubuk, Kecamatan Molo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, yang baru pertama kali bersalin, meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah SoE bersama bayi laki-laki yang baru dilahirkannya. Korban belum dilayani tenaga medis di rumah sakit itu karena tidak membawa surat rujukan dari puskesmas di tempat asal, yakni Puskesmas Binaus di Molo Tengah, sekitar 43 kilometer dari SoE. ”Kasus ini sungguh disayangkan. Tim medis RSUD hanya menuntut surat rujukan tanpa melihat penderitaan pasien yang sudah sangat parah,” kata anggota DPRD NTT daerah pemilihan Timor Tengah Selatan, Ampera Seke Selan, Senin (29/1).     Kasus itu terjadi Sabtu lalu. Sekitar pukul 09.00 Wita, Herlince yang telah memasuki bulan kesembilan masa kehamilan merasa sakit perut. Ibu mertua dan suaminya, Jemsius Taneo (29), langsung membawanya ke RSUD di SoE. Mereka tiba di RSUD itu sekitar pukul 11.00 Wita. Begitu tiba, mereka mendaftarkan diri di loket dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan. Petugas loket meminta surat rujukan dari Puskesmas Binaus. Namun, surat itu belum sempat diurus karena mereka harus segera menuju rumah sakit. Meski sakit yang diderita ibu muda itu sudah parah, petugas tak mau melayani. Mereka tetap menuntut surat rujukan. Pasien bersama suami akhirnya pulang ke tempat asal untuk mengurus surat rujukan. Kebetulan saat itu ada bidan dari puskesmas tersebut sehingga mereka bersama kembali dan berencana melahirkan di desa asal. Di desa, proses kelahiran berjalan lambat. Posisi bayi terbalik, kaki ke bawah. Mereka memutuskan kembali ke RSUD SoE, tetapi tanpa ada surat rujukan lagi. Di RSUD pun pasien tersebut ditolak lagi. Pasien bersama bayi ditemani ibu mertua memilih bertahan di salah satu lorong di rumah sakit itu, ditemani dua bidan. Sang suami kembali lagi ke desa untuk mendapatkan surat rujukan. Selepas petang, ibu bersama anaknya meninggal. ”Mungkin kami lalai, tetapi pihak rumah sakit harusnya melihat penderitaan istri saya. Mereka benar-benar tak punya rasa kemanusiaan. Kalau kemanusiaan diutamakan, anak dan istri saya mungkin tidak meninggal,” tutur Jemsius. Direktris RSUD SoE Ria Tahun sulit dihubungi melalui ponselnya. Namun, Bupati Timor Tengah Selatan Paul Mella berjanji akan mengecek kebenaran informasi itu. ”Saya sedang di Jakarta sehingga belum mendapat laporan dari pihak RSUD atau dinas kesehatan. Tapi, jika benar kejadian itu, saya akan tindak tegas,” ujarnya. Di Jawa Timur, kendati sudah berlangsung lebih dari sebulan, Faisal Rizal (44), warga Sidoarjo, mengatakan belum bisa menerima kematian ibundanya, Supariyah (67). Ia menilai, kematian Supariyah terjadi karena pelayanan medis yang buruk oleh tim medis Rumah Sakit Siti Khotidjah, Sepanjang, Sidoarjo. Pihak RS Siti Khotidjah melalui kuasa hukumnya, Masbuhin, mengatakan, penanganan pasien sudah sesuai prosedur standar operasi (SOP). Tim medis yang menangani telah menegakkan diagnosis secara tepat pada pasien dan menanganinya sesuai standar pengobatan. ”Berdasarkan hasil rekam medik, pasien menderita penyakit stroke dan meninggal karena serangan jantung,” kata Masbuhin. (KOR/NIK/SYA)