JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan kembali menemukan penyimpangan dari praktik usaha yang dilakukan PT Pelindo II. Kali ini, penyimpangan ditemukan dari perpanjangan kerja sama operasi Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta, dan pembiayaan pembangunan Terminal Peti Kemas Kalibaru, Jakarta, dengan indikasi kerugian negara hingga Rp 2,6 triliun. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu merupakan hasil audit investigatif yang dilakukan atas permintaan dari Panitia Angket Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat. Pada Rabu (31/1) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan hasil audit investigatif itu kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo. Bambang kemudian meneruskannya kepada Ketua Panitia Angket Pelindo II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka. Dalam perpanjangan kerja sama operasi Terminal Peti Kemas Koja oleh PT Pelindo II dan Hutchison Port Holdings yang telah diinisiasi Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino sejak 2011, Moermahadi menyebutkan, perpanjangan perjanjian itu tanpa didahului permohonan izin konsesi kepada Menteri Perhubungan. Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan patut diduga sebagai rangkaian proses yang saling berkaitan agar perjanjian kerja sama diperpanjang. Sementara dalam pembiayaan pembangunan Terminal Kalibaru, BPK menyimpulkan, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi mengakibatkan indikasi kerugian negara sebesar Rp 741,75 miliar. Permintaan lain Dalam kesempatan itu, Rieke mengingatkan BPK bahwa masih ada satu lagi permintaan DPR terkait Pelindo II, yaitu audit investigatif pembangunan Terminal Peti Kemas Kalibaru Utara Tahap I Pelabuhan Tanjung Priok. Jika seluruh audit investigatif Pelindo II tuntas, panitia akan memasukkan hasilnya dalam laporan kerja dan melaporkannya dalam Rapat Paripurna DPR. Terkait dengan hal ini, Moermahadi mengatakan, proses auditnya tidak mudah karena nilai kontrak mencapai Rp 11,3 triliun dan pekerjaan fisiknya yang kompleks. BPK juga perlu melakukan pengujian mendalam dari tenaga ahli konstruksi dermaga, geoteknik dan reklamasi, serta kelautan. ”Dokumen yang diperlukan baru 65 persen karena sulit diperoleh dan keterangan dari personel terkait membutuhkan waktu lebih lama karena personel telah dimutasi,” ujarnya. Bambang pun mendesak agar temuan BPK ditindaklanjuti aparat penegak hukum karena ada indikasi kerugian negara. Bambang mengatakan, Komisi III, VI, dan XI DPR akan mengawal tindak lanjut dari temuan BPK tersebut. (APA)