JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penelusuran dugaan penyelewengan dana kapitasi atau pembiayaan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dalam sistem jaminan kesehatan nasional di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penyidik bakal menelusuri puskesmas-puskesmas yang selama ini diduga dipalak oleh pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati. "Bukti akan kami telusuri, baik permintaan uang ke puskesmas melalui paguyuban atau peristiwa pemberiannya," kata Febri kepada Tempo, kemarin.   KPK menggeledah kantor Inna dan kantor Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, kemarin. Penyidik juga menggeledah kantor dinas perizinan dan penanaman modal. Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan dokumen perizinan dan dokumen dana kapitasi. "Ada juga bukti elektronik," kata Febri.   Hingga kini, penyidik antirasuah baru menemukan bukti uang Rp 434 juta yang dipungut Inna dari 34 puskesmas di Jombang dalam rentang waktu Juni–Desember 2017. Uang sebesar Rp 200 juta diduga digunakan untuk menyogok Nyono agar mengangkat Inna sebagai Kepala Dinas Kesehatan Jombang definitif. Selain memungut dana kapitasi, Inna diduga menarik pungutan dari rumah sakit swasta di Jombang yang mengurus perizinan. Hasil pungutan sebesar Rp 75 juta diberikan kepada Nyono.   Ahad lalu, Bupati Nyono dan Inna resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah dicokok KPK di tempat terpisah pada Sabtu malam. Dari tangan Nyono, penyidik menemukan barang bukti uang sebesar Rp 25,5 juta dan US$ 9.500 (senilai Rp 128 juta dengan kurs 13.500 per dolar AS) yang diduga berasal dari Inna. Penyidik juga menemukan buku rekening bank yang diduga digunakan untuk menampung duit kutipan puskesmas dari tangan Inna.   Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menduga penyelewengan dana kapitasi tak hanya terjadi di Jombang. Menurut dia, hal yang sama pernah terjadi di Subang, Jawa Barat, dengan modus yang berbeda. "Kemungkinannya juga terjadi di tempat lain," kata dia. Kajian KPK sejak 2014 menunjukkan bahwa dana ini rawan diselewengkan karena lemahnya pengawasan.   Menurut Laode, sebenarnya kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Kementerian Kesehatan telah berjalan. Sayangnya, pengawasan yang dilakukan belum maksimal. "Kami akan berkoordinasi lagi untuk memperbaiki komitmen dalam perbaikan tata kelola dana kapitasi," ujar dia.   Kepala Humas BPJS Kesehatan, Nopi Hidayat, mengatakan BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan dan pengendalian dana kapitasi. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2014, pengawasan terhadap penerimaan dan pemanfaatan dana kapitasi dilakukan Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala FKTP. Sementara itu, pengawasan fungsional terhadap pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).   Meski begitu, kata Nopi, BPJS Kesehatan rutin memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional bersama dengan pemangku kepentingan lainnya. "Sampai dengan saat ini, belum terdapat laporan terkait kasus pemotongan dana kapiasi yang tidak untuk peruntukannya," kata Nopi. Ia memastikan BPJS Kesehatan bakal berkoordinasi dengan instansi atau lembaga yang berwenang jika mendapat laporan adanya penyelewengan. MAYA AYU PUSPITASARI | MAYA AYU PUSPITASARI        Rentannya Dana Iuran BPJS   Sejak 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengendus potensi penyelewengan dalam pembiayaan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) pada sistem jaminan kesehatan nasional. Kajian lembaga antirasuah menemukan banyak kelemahan dan potensi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dana kapitasi ini.   Saat ini sekitar Rp 9 triliun dana kapitasi disalurkan BPJS Kesehatan ke sekitar 18 ribu FKTP di seluruh Indonesia. Besarnya biaya menuntut perbaikan dalam mekanisme pengelolaan dan pengawasan dana kapitasi. Dugaan suap kepada Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, yang disinyalir sebagian duitnya berhasil dari pengemplangan dana kapitasi, menunjukkan rekomendasi KPK kepada Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan pada 2015 belum optimal dijalankan.    Berikut ini empat aspek temuan KPK dalam kajian tentang dana kapitasi tersebut:   1. Regulasi - Aturan pembagian jasa medis dan biaya operasional berpotensi menimbulkan moral hazard dan ketidakwajaran. - Regulasi belum mengatur mekanisme pengelolaan sisa lebih dana kapitasi di puskesmas. - Aturan penggunaan dana kapitasi kurang mengakomodasi kebutuhan puskesmas.   2.Pembiayaan - Potensi fraud atas diperbolehkannya perpindahan peserta PBI dari puskesmas ke FKTP swasta. - Efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah.   3. Tata laksana dan sumber daya - Lemahnya pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan di puskesmas dalam menjalankan regulasi. - Proses verifikasi eligibilitas kepesertaan di FKTP belum berjalan dengan baik. - Pelaksanaan mekanisme rujukan berjenjang belum berjalan baik. - Potensi petugas FKTP menjadi pelaku fraud semakin besar. - Petugas puskesmas rentan menjadi korban pemerasan berbagai pihak. - Sebaran tenaga kesehatan yang tidak merata.   4. Pengawasan - Anggaran pengawasan dana kapitasi di pemerintah daerah tidak tersedia. - BPJS Kesehatan belum memiliki alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi. MAYA AYU PUSPITASARI | SUMBER: KPK