Bakteri seperti punya sejuta pelindung. Dengan berubah menjadi spora, ia bisa bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Bahkan dalam waktu jutaan tahun di lingkungan nan ekstrem.    Hebatnya lagi, dia tetap berbahaya. Bakteri menjadi pengancam setia kehidupan manusia. Bisa menimbulkan keracunan makanan. Lebih mengerikan, seperti yang terjadi pada penyakit antraks.    Ilmuwan sudah tahu soal itu. Namun mereka tetap kesulitan memahami bagaimana bakteri beradaptasi dengan lingkungannya. Semua masih menjadi misteri. Sampai sekarang.    Namun selubung misteri itu mulai terkuak. Kabar baik datang dari sebuah studi baru yang dilakukan ilmuwan di University of Southern California Viterbi School of Engineering. Makalah mereka yang berjudul "Gel Phase in Hydrated Calcium Dipicolinate" muncul dalam Applied Physics Letters, pekan lalu.   Tiga serangkai, yakni Priya Vashishta, Rajiv K. Kalia, dan Aiichiro Nakano, mengidentifikasi mekanisme atau strategi yang digunakan spora bakteri dalam menghindari serangan suhu ekstrem, bahan kimia, dan radiasi menggunakan model berbasis komputer.    Selain itu, para insinyur teknik tersebut- menggunakan teknik matematika yang rumit- memeriksa spora pada tingkat molekuler. Yang paling penting, tim juga menentukan kondisi optimal untuk membunuh bakteri berbahaya.    Penemuan ini berawal ketika Vashishta, Kalia, dan Nakano mengadakan pertemuan dengan kolega mereka dari cabang ilmu yang berbeda. Selain dengan ahli ilmu komputer di kampus mereka sendiri, didatangkan ahli teknik kimia dan fisika dari kampus lain, USC Dornsife.   Fokus mereka memang pada spora bakteri. "Bayangkan spora bakteri seperti biji dengan lapisan keras yang melindungi mesin DNA," kata Vashishta, pemimpin penelitian ini, pekan lalu.    Lapisan keras ini bertindak sebagai pelindung bagi spora. Dalam keadaan beku dan kering, spora seperti hampir tak bernyawa. Namun mereka menunggu kondisi yang tepat untuk berkembang menjadi bakteri berbahaya.   Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sterilisasi dalam keadaan panas dan basah dapat menghancurkan bakteri penyebab penyakit. Namun mekanisme spora terbunuh belum sepenuhnya terungkap.   Karena itu, mengoptimalkan teknik dan memastikan penghancuran spora bakteri dengan tingkat kepastian menjadi tantangan. Para peneliti pun menggunakan data kristalografi sinar-x untuk menghancurkan pertahanan bakteri.    Pertama-tama, para peneliti menentukan elemen kunci dari satu bakteri-air, asam, dan ion kalsium. Kemudian untuk melihat apa yang terjadi, mereka menggunakan superkomputer yang berfungsi untuk menjalankan ratusan ribu simulasi serta mengendalikan persentase asam, air, dan kalsium.   Kampus USC memang dikenal memiliki perangkat komputer super yang terkenal. Tiga tahun lalu saja, komputer mereka mampu mencapai patokan 531,6 teraflops atau 531,6 triliun per detik, yang menjadikannya duduk di peringkat kelima superkomputer akademis, tercepat di dunia.    Dari simulasi yang mereka lakukan, diketahui, dengan bergantung pada konsentrasi dan suhu air, air di dalam sel bakteri berperilaku seperti solid, gel, atau cair. "Model kami menunjukkan bahwa spora melakukan semacam trik sulap kimia untuk secara sengaja membekukan diri dan melumpuhkan air di sel mereka," kata Nakano.   Menurut Nakano, sel beku tidak dapat terganggu oleh radiasi atau proses kimia dan juga melindungi DNA. "Sehingga spora dapat terus melakukan reproduksi."   Menurut model peneliti, kombinasi panas dan kelembapan defrost- menghilangkan bekuan es- air di dalam sel dapat mengembalikannya ke bentuk cair. Tanpa penghalang pelindung ini, spora lebih mudah hancur.   Model komputer juga memungkinkan para periset untuk menentukan suhu dan keseimbangan air tepat yang dibutuhkan untuk menghancurkan bakteri, yakni sekitar 90-95 derajat Celsius dengan konsentrasi air di atas 30 persen. Saat itu, karena prosesnya bergantung pada panas lembap daripada proses kimia, bakteri tidak mampu mengembangkan resistansi- kemampuan untuk menahan aliran arus listrik.   Nah, ini wawasan baru yang dapat digunakan untuk mencegah kontaminasi mikroba pada peralatan pengolahan makanan dan membatasi penyebaran penyakit. SCIENCEDAILY | PHYS | LIVE SCIENCE | AFRILIA SURYANIS       Struktur Bakteri   Sel bakteri juga mengandung potongan DNA melingkar terpisah yang disebut plasmid. Bakteri kekurangan organel terikat membran, struktur seluler khusus yang dirancang untuk menjalankan berbagai fungsi seluler dari produksi energi hingga pengangkutan protein.    Namun sel bakteri dan eukariotik mengandung ribosom. Unit bola ini adalah tempat protein dirakit dari asam amino individu, dengan menggunakan informasi yang dikodekan dalam untai RNA pembawa pesan.    Di bagian luar, sel bakteri umumnya dikelilingi oleh dua penutup pelindung: dinding sel luar dan membran sel dalam. Namun bakteri tertentu, seperti mikoplasma, sama sekali tidak memiliki dinding sel.    Beberapa bakteri bahkan mungkin memiliki lapisan pelindung ketiga terluar yang disebut kapsul. Terakhir, permukaan bakteri bisa ditutupi oleh ekstensi seperti cambuk: flagella atau pili.