HUMAS POLDA JATIM Budi Cahyono, guru di SMAN 1 Torjun, Sampang, Jawa Timur, saat dirawat di Rumah Sakit Dr SOetomo, Surabaya. Budi yang dianiaya muridnya itu, akhirnya meninggal dunia. JAKARTA, KOMPAS — Kecerdasan moral penting ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar dalam fase tumbuh kembang hingga dewasa mampu membedakan hal yang benar dan salah berdasarkan etika. Pola penanaman nilai yang tak utuh dapat berdampak pada karakter anak yang tidak terkontrol dalam kehidupan sehari-hari. Pengajar Psikologi Pendidikan di Universitas Indonesia, Rose Mini, Sabtu (3/2), mengatakan, penganiayaan terhadap guru Ahmad Budi Cahyono (27) yang dilakukan siswa MH (17) di Sampang, Madura, hingga sang guru tewas menunjukkan kecerdasan moral sang siswa belum terbentuk dengan baik. MH dinilai tidak mempunyai batasan antara posisi guru dan murid yang seharusnya dia dapatkan dalam pola pendidikan di rumah. ”Anak tersebut tidak memandang korban sebagai guru, tetapi orang yang membuatnya tak nyaman. Karena itu, dia tidak menghormati gurunya. Ketika merasa tak nyaman, dia kehilangan kontrol diri,” ujar Rose saat dihubungi di Jakarta. Rose menjelaskan, ada tujuh hal dalam kecerdasan moral, yakni empati, kontrol diri, nurani, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Kecerdasan moral itu perlu dikembangkan sejak anak usia dini melalui pendidikan dalam keluarga. Namun, seiring anak bertambah dewasa, kecerdasan moral juga dipengaruhi faktor lingkungan sosial. ”Keluarga tetap menjadi pintu gerbang utama pendidikan karakter anak. Kecerdasan moral anak sangat bergantung pada pola asuh orangtua sebagai role model-nya dalam kehidupan sehari-hari,” kata Rose. Namun, Rose pun mengingatkan, pemberian sanksi kepada siswa yang nakal sebaiknya tidak berupa hukuman fisik. Akan lebih baik apabila siswa diberi tahu konsekuensinya jika tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Tujuannya agar anak belajar bertanggung jawab. ”Kita kerap masih memaksakan hukuman-hukuman yang tidak efektif, yang hanya searah,” ujarnya. Sinergi dengan orangtua Menurut Rose, pola pendidikan karakter anak perlu sinergi antara guru dan orangtua murid. ”Jadi, kalau ada apa-apa di sekolah atau di rumah, seharusnya saling berkonsultasi sehingga ada kerja sama, apa yang dilakukan pada anak tersebut,” katanya. Secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan dukacita mendalam atas meninggalnya Ahmad. Kasus ini, menurut dia, menjadi pelajaran bagi sekolah dan guru. Jika ada anak/siswa yang bermasalah atau mempunyai catatan kepribadian khusus, agar lebih diberi perhatian dan penanganan yang tepat. Termasuk pula terus mengajak orangtua untuk bekerja sama menangani anak. ”Tentu pukulan yang berat bagi dunia pendidikan, khususnya guru. Namun, kita perlu menghormati supremasi hukum dan asas praduga tak bersalah,” kata Muhadjir di Batam. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ari Santoso mengatakan, Kemdikbud telah menerjunkan tim dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur untuk menyelidiki kasus penganiayaan murid terhadap guru tersebut. ”Tim saat ini sedang mencari duduk permasalahan kasus itu,” ujar Ari. (DD18/eln)