KOMPAS/DAHLIA IRAWATI Jutaan batang rokok ilegal dimusnahkan di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (2/8/2017). SIDOARJO, KOMPAS — Peredaran rokok ilegal di Jawa Timur kian meningkat. Itu terbukti dari hasil penyitaan oleh petugas Bea dan Cukai Sidoarjo pada 2017 sebanyak 21,4 juta batang, sementara pada 2016 hanya 10,8 juta batang. Padahal, pemberantasan gencar dilakukan. Kepala Kantor Bea dan Cukai Sidoarjo Nur Rusydi, di kantornya, Selasa (6/2), memaparkan, selama 2016, dilakukan 12 kali penindakan. Petugas menyita 10,8 juta batang rokok ilegal dengan nilai Rp 3,29 miliar. Potensi kerugian negara sebesar Rp 1,9 miliar.   ”Jumlah penindakan yang dilakukan Bea dan Cukai Sidoarjo meningkat menjadi 56 kali pada 2017 dengan jumlah rokok ilegal yang diamankan 21,4 juta batang. Nilai barang Rp 13,3 miliar dan potensi kerugian negara Rp 3 miliar,” ujar Nur. Pada 2018 ini, peredaran rokok ilegal masih tinggi. Terbukti dari hasil penindakan oleh pihak bea dan cukai selama Januari, yakni sebanyak sembilan kali. Adapun jumlah rokok yang disita mencapai 437.768 batang atau senilai Rp 316 juta. Potensi kerugian negara Rp 168 juta. Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jatim I Muhammad Purwantoro mengatakan, rokok ilegal merupakan rokok yang diproduksi tanpa izin dan diedarkan tanpa dilekati pita cukai asli. Rokok ilegal ini merugikan negara karena tidak membeli pita cukai, tidak membayar pajak rokok dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). ”Selain menggerus penerimaan negara, rokok ilegal juga menciptakan persaingan harga yang tidak sehat di pasar rokok. Hal itu berdampak pada iklim usaha industri rokok legal di dalam negeri,” kata Purwantoro. Selisih harga di pasar antara rokok legal dan rokok ilegal mencapai 50 persen. Hal ini membuat produsen rokok legal mengalami tekanan. Penjualan mereka turun karena kalah bersaing dengan rokok ilegal. Di sisi lain, masyarakat belum menyadari bahwa mengonsumsi rokok ilegal jauh lebih berbahaya. Bahan yang terkandung dalam rokok ilegal ini tidak diketahui dan tidak terukur. Contohnya, sulit memastikan berapa kadar nikotin atau tar yang digunakan oleh produsen. Tentang pengaruh kenaikan tarif cukai rokok terhadap produksi rokok ilegal, kata Purwantoro, tak signifikan. Tahun ini, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok 10 persen. Kenaikan itu, menurut Purwantoro, telah mempertimbangkan banyak hal, seperti kondisi makro- ekonomi, target penerimaan negara, target pengendalian konsumsi produk tembakau, termasuk pertumbuhan industri rokok nasional. Purwantoro menambahkan, Kota Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto tidak hanya menjadi sasaran peredaran rokok ilegal. Di daerah pinggiran pun banyak ditemukan industri rumahan yang memproduksi rokok ilegal. Produsennya kerap berpindah tempat untuk menghindari kejaran petugas. Bagian pemasaran rokok ilegal juga bergerak pada malam hari. Mereka menggunakan kendaraan yang tertutup rapat dan pandai mengelabui petugas. (NIK)